Jodoh Tak Pernah Salah

Part 350 ~ Launching Rumah Sakit ( 3 )



Part 350 ~ Launching Rumah Sakit ( 3 )

1"Ya udahlah nggak usah nyolot gitu deh. Kok gue merasa kayak pelakor yang di jahatin istri sah," ucap Egi membuat Dila tertawa.     

"Emang dari dulu jadi pelakor," jawab Dila sekenanya.     

"Egi, Dila udah deh kalian tuh jangan berantem kayak anak kecil." Clara melerai perdebatan mereka.     

"Yuk kita duduk aja udah mau mulai acaranya." Clara menarik tangan Egi dan juga tangan Dila.     

"Kok aku khawatir ya?" Kata Dila bicara pada dirinya sendiri ketika sudah duduk.     

Sementara itu Bara kebingungan. Dian tidak terlihat semenjak ia menghampiri Egi, Dila dan Clara.     

Dian kamu kemana? Jangan sampai kamu melakukan sesuatu yang membahayakan. Bisik Bara dalam hati.     

Bara memperhatikan istrinya dan mereka saling berpandangan. Pandangan Bara menyiratkan bahwa semua baik baik saja.     

Dila mengambil smartphone dari saku lalu mengetik pesan untuk sang suami.     

Dila : Sayang kamu tidak melakukan sesuatu kan?     

Dila menatap Bara ragu-ragu.     

Bara : Tidak. Aku tidak melakukan sesuatu sayang.     

Bara menatap Dila lalu mengangguk.     

Dila: Lalu kenapa perasaanku tidak enak?     

Bara : Perasaanmu saja. Aku tidak melakukan sesuatu sayang. Bagaimana caranya agar kamu percaya jika aku tidak melakukan apa-apa?     

Dila : Aku melihat aura kebencian dan kemarahan dimata kamu.     

Bara : Tentu saja aku masih membenci dia sayang. Bukankah dia yang telah membuat aku rusak? Tidak salah jika aku membencinya.     

Dila : Mengingat kebencianmu pada Zico? Kamu sendiri sudah bertobat sayang? Kenapa masih menyimpan dendam?     

Mata Dila melotot menatap suaminya.     

Bara : Entahlah. Aku bukan malaikat.     

Aku tidak bisa berlapang dada menerima kenyataan, tapi aku bisa memberi jaminan pada kamu jika aku tidak melakukan sesuatu pada Zico.     

Dila : Syukurlah sayang. Jika tidak aku akan membencimu. Aku tidak akan memaafkan kamu."     

Bara : Jangan membenciku sayang. Cintai saja aku dan biarkan aku gesek kartu ATM setiap hari.     

Bara tertawa nakal menatap istrinya. Tawanya pecah dan ia bisa melihat kekesalan di wajah istrinya.     

Dila : Aldebaran jangan mesum.     

Bara: Reaksimu telah aku duga. Nanti dilanjutkan sayang karena acara akan dimulai. MC sudah di atas panggung.     

Pembawa acara memulai bercuap-cuap di atas panggung. Acara pertama dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran agar acara ini dirahmati oleh Tuhan dari awal hingga akhir. Acara kedua sambutan dari walikota Padang. Walikota memberikan arahan dan ucapan terima kasih pada Zico karena sudah memperbaiki fasilitas kesehatan dan mau bekerja sama dengan asuransi milik pemerintah dalam melayani masyarakat untuk berobat.     

Setelah Pak walikota memberikan sambutannya. Zico pun dipersilakan oleh MC memberikan kata sambutan, sekaligus melaunching nama baru rumah sakit dan gunting pita lalu mengajak walikota dan para jajarannya untuk berkeliling melihat gedung baru yang telah selesai dibangun.     

"Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim maka dengan ini Rumah Sakit Harapan resmi berganti nama dengan Rumah Sakit Harapan Indah. Semoga rumah sakit ini memberikan harapan yang indah bagi para pasien dan masyarakat kota Padang untuk bersemangat dalam mengobati penyakit yang tengah diderita," ucap Zico bersemangat.     

Setelah itu Zico menggunting pita bersama walikota untuk pembukaan gedung baru dan secara cara otomatis spanduk yang menutup landmark nama baru rumah sakit terlepas.     

Para tamu berdecak kagum dengan design landmark yang bertuliskan 'RS HARAPAN INDAH'. Zico sangat serius berbisnis di bidang kesehatan. Design landmarknya tidak main-main sangat bagus seperti rumah sakit di Singapura.     

Zico pun mempersilahkan walikota dan juga Bara untuk masuk ke gedung baru. Zico dengan bangga memperlihatkan fasilitas yang ada di rumah sakitnya.     

Zico berusaha bersikap wajar ketika berpandangan dengan Bara.     

Bara pun berusaha menjaga sikapnya karena dia memiliki polisi yang tak lain istrinya sendiri. Bara tidak ingin bertindak gegabah hingga membuat istrinya marah.     

Sementara itu Dian berada di rooftop sebelah gedung Harapan Indah. Dian sedang melihat persiapan penembak jitu yang ia bayar untuk membunuh Zico. Terlihat seorang laki-laki berpakaian serba hitam sedang menunduk mencari posisi untuk menembak.     

"Bagaimana Abir kamu sudah siap dengan rencana kita? Aku tidak ingin kamu gagal Abir. Aku sudah membayar kamu dan aku tidak ingin ada kegagalan," kata Dian berpangku tangan.     

"Tenang saja Dian. Kau tidak perlu mencemaskan aku. Hanya dalam satu tembakan aku bisa membunuh pria itu. Aku ingatkan padamu sekali lagi. Apa kau tidak akan menyesal membunuh ayah dari anakmu? Walaupun kau membencinya tapi anakmu mencintainya."     

"Udah Abir. Kau jangan ikut campur dengan urusanku. Kau hanya melaksanakan tugas dariku. Aku sudah membayarmu. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah memaafkan bajingan itu. Dia telah membuat aku menderita selama ini. Satu hal yang akan membuat aku bahagia yaitu kematiannya."     

"Baiklah jika begitu keinginanmu. Aku hanya mengingatkanmu. Walaupun aku seorang pembunuh bayaran aku juga punya hati. Aku miris saja jika anakmu akan jadi anak yatim," ucap Abir tersenyum penuh misteri.     

"Anakku sudah terbiasa hidup tanpa seorang ayah sejak empat belas tahun yang lalu. Jadi jika ayahnya mati tidak akan berpengaruh kepada anakku. Udahlah aku harus meninggalkanmu karena aku harus menghadiri acaranya. Aku ingin melihat si bajingan itu sebelum ajal menjemputnya."     

"Baiklah." Abir mengacungkan jempol.     

"Pembayarannya akan aku berikan setelah tugasmu selesai. Jangan mengecewakan aku."     

"Tenang saja, aku tidak akan mengecewakanmu."     

"Tentu saja Kamu tidak mengecewakan aku karena jam terbang kamu sudah tinggi Abir. Kamu pembunuh bayaran yang paling hebat yang pernah aku temui."     

Dian pun pergi meninggalkan Abir di atas rooftop. Dian memasang wajah palsu seperti tak akan ada kejadian apa-apa.     

Dari jauh Zico melihat kedatangan Dian. Ada setitik kesejukan di dalam hatinya ketika melihat ibu dari anaknya. Entah kenapa perasaannya menjadi beda walaupun perempuan itu telah menyakitinya. Zico tidak memiliki rasa dendam karena menyadari, apa yang dia lakukan pada Dian lebih parah dan menyakitkan.     

"Darimana saja kamu?" Gerutu Bara sebal melihat Dian duduk disampingnya.     

"Aku tidak mau berbasa basi pada bajingan itu makanya aku pergi. Muak dan jijik jika melihat wajahnya." Dian menatap nyalang pada Zico.     

"Apa kamu bicara jujur padaku Dian? Kenapa aku menangkap ada sesuatu yang kamu lakukan dibelakangku? Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu untuk menahan diri dulu tidak melakukan sesuatu pada Zico." Bara mencengkram tangan Dian hingga wanita itu kesakitan.     

"Bos apa yang kau lakukan padaku? Sakit," ucap Dian membentak Bara.     

"Aku sangat mengenalmu Dian dan aku tidak bisa kamu bohongi. Apa yang telah kamu rencanakan? Katakan kepadaku sekarang!" Kata Bara menatap Dian dengan tajam.     

"Bos lepaskan tanganmu!"     

Bara melepaskan cengkeramannya. Ada bekas merah di lengan Dian. Wanita itu mengibaskan tangan untuk meredam rasa sakit.     

"Aku tidak akan memaafkan kamu jika berbuat sesuatu di belakangku." Bara menebarkan ancaman.     

Wajah Dian pias dan lidahnya kelu. Rencananya tak mungkin batal. Semuanya telah di rencanakan. Untuk kali ini Dian melanggar perintah Bara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.