Part 388 ~ Ujian ( 1 )
Part 388 ~ Ujian ( 1 )
"Iqbal bisa gue jelasin sama lo." Bara berusaha memberi penjelasan pada sang kakak ipar. Bukannya tak mau melawan namun Bara tak ingin suasana semakin panas dan tak kondusif.
Satu tendangan Iqbal jejalkan hingga Bara tersungkur ke lantai. Bara memegangi perutnya yang sakit akibat tendangan Iqbal. Pria itu mendekat seraya memegang kerah baju. Bara memandang Iqbal sendu. Ada setitik pengharapan di matanya agar Iqbal mau mendengarkan penjelasannya.
"Iqbal dengerin gue dulu." Bara kembali mencoba memberi penjelasan.
"Enggak ada lagi yang harus gue dengar dari mulut lo. Mimpi apa adik gue punya suami bajingan kayak lo. Dari kecil gue enggak pernah bikin adik gue nangis Bar. Lo orang pertama yang membuat adik gue menangis. Sampai kapan pun gue enggak sudi punya adik ipar kayak lo. Sampai napas gue berhenti enggak akan gue biarin Dila menderita hidup sama lo."
"Itu masa lalu Bal. Gue udah taubat dan sudah meninggalkan dunia itu."
"Masa lalu kata lo? Lo pikir gue percaya? Rekam jejak lo yang jelek tidak akan pernah gue maafkan. Gue tahu video anggota dewan yang tersebar di internet pasti ulah lo. Jangan pikir gue enggak tahu apa yang lo lakukan selama ini."
"Gue hanya membela diri Bal. Jika mereka enggak gue kasih pelajaran mereka akan semakin menjadi-jadi. Bajingan kayak mereka sudah sepantasnya mendapatkan hinaan seperti itu."
"Lo hanya mempertahankan posisi lo Bar."
"Jika mereka yang duduk menggantikan posisi gue, maka nasib para pengusaha akan terancam. Akan banyak terjadi pemerasan dan monopoli proyek. Mereka benci gue karena telah membatasi dan mempersempit ruang gerak mereka."
"Gue enggak peduli. Lo enggak pantas bersanding sama adik gue. Dila terlalu baik buat lo."
"Gue udah berubah Bal. Gue bukan Bara yang dulu."
"Gue enggak percaya sama lo. Gue udah tahu semuanya. Dila kabur ke Perth karena dia mau cerai sama lo. Dia terluka tahu suaminya gay. Kalian bukan honeymoon kesana tapi Dila kabur dari lo."
"Bal." Panggil Bara lirih. Memberi penjelasan pada Iqbal lebih sulit daripada memberi penjelasan pada Dila.
Dila mau mendengarkan orang lain. Memberi kesempatan orang untuk bicara, bersikap sebagai pendengar yang baik. Sifat Dila bertolak belakang dengan Iqbal. Nyeri terasa di ulu hati Bara melihat kebencian di mata Iqbal.
Iqbal menarik Bara lalu melayangkan pukulan ke wajah Bara. Kesal ia rasakan ketika Bara tak jua membalas pukulannya.
"Kenapa lo diam aja? Balas gue bajingan." Teriak Iqbal lantang.
"Gue enggak akan balas lo walau gue bisa," ucap Bara pelan.
"Gue enggak mau lo semakin membenci gue Bal."
"Sikap lo enggak akan mempengaruhi gue. Jangan samakan gue dengan Dila yang bisa luluh dengan kepura-puraan lo. Gue enggak sudi punya ipar mantan gay dan bajingan kayak lo."
"Bal. Dengerin gue dulu. Gue dan Dila saling mencintai. Itu faktnya sekarang. Dia yang bikin gue straight. Dia yang bimbing gue ke kodrat. Kami sudah melalui masa-masa buruk dalam kehidupan pernikahan kami. Sekarang kami sudah bahagia."
"Menurut lo. Bukan menurut kami. Yang kami lihat Dila menahan perasaan sama lo. Gue juga sudah tahu fakta yang sesungguhnya. Lo memperkosa Dila di malam sangeet Hari. Lo bohongin gue dengan bilang pergi honeymoon, padahal lo sedang menyiksa adik gue malam itu. Dila terlalu baik hingga enggak cerita sama gue."
Bara terhenyak.Tak mampu berkata-kata. Benar jika ia telah memperkosa Dila malam itu. Benar, dia melakukannya pada malam sangeet Hari. Dia melakukannya untuk mempersempit ruang gerak Dila. Setidaknya Dila hamil karena pemerkosaan malam itu dan tak bisa menuntut cerai.
"Lo enggak pantas buat adik gue," lanjut Iqbal melampiaskan emosi. Iqbal benar-benar kalap.
"Maafin gue Bal."
"Lo enggak layak dapat maaf. Suami macam apa yang tega memperkosa istrinya sendiri? Suami macam apa yang membuat istrinya menangis? Lo ga ada baik-baiknya Bar. Lo dan Bapak lo sama aja. Bapak lo sengaja menjebak Dila dengan alasan anaknya bakal lurus jika nikah sama Dila. Bullshit. Teori darimana."
"Bal. Bisakah kita cerita dengan kepala dingin dan tanpa emosi?"
"Jangan mengajari gue Bar." Iqbal menunjuk geram.
"Gue hanya ingin menyelesaikan masalah ini dengan baik. Gue akan jelaskan satu- satu."
"Nggak ada lagi yang perlu lo jelasin. Semuanya udah jelas. Gue nggak akan pernah mendengarkan lo. Bar, lo hanya akan membela diri. Jujur saja gue kecewa. Ternyata sifat lo seperti ini. Adik ipar gue bajingan. Gue pikir lo jodoh terbaik untuk Dila. Ternyata gue salah. Seharusnya gue lebih dulu cek siapa lo, baru menyetujui perjodohan kalian. Gue bodoh dan naif. Terlalu percaya dengan pilihan ayah."
"Bal dengerin gue dulu," cebik Bara. Sesak terasa di dada Bara ketika tak diberi kesempatan untuk bicara.
Bara sudah kehilangan kepercayaan Iqbal. Pria itu tak mau berkompromi dengannya.
"Enggak ada yang perlu di dengar Bar. Semuanya sudah berakhir. Dari awal pernikahan kalian sudah salah. Ayah yang memulai dan ayah juga yang akan mengakhirinya."
"Apa maksud lo?" Bara menelaah maksud Iqbal. Semoga pemahamannya salah.
"CERAIKAN DILA!"
Tubuh Bara seperti diterjang ombak. Terombang-ambing di tengah laut. Tidak! Sampai kapan pun dia tidak akan menceraikan Dila. Bara sangat mencintai Dila. Sampai kapan pun tak akan ada perceraian. Hanya maut yang bisa memisahkan mereka.
"Gue dan Dila saling mencintai. Kalian tidak berhak mendikte gue menceraikan Dila. Sampai kapan pun Dila akan tetap jadi istri gue." Bara kehilangan kesabaran. Dia rela melakukan apa pun untuk mendapatkan maaf dari keluarga Dila, namun jika harus menceraikan Dila tidak akan pernah ia lakukan.
"Itu kata lo bukan Dila."
"Lo bisa tanya sama Dila." Bara menantang. "Dila juga mencintai gue."
"Lo pikir gue enggak tahu lo ngancem adik gue."
"Maksud lo?"
"Bajingan kayak lo pasti ancam Dila hingga dia enggak pernah buka mulut sama keluarga atas kelakuan lo."
"Lo jangan fitnah Bal."
"Bukankah selama ini kerjaan lo ngancem orang?"
"Gue enggak pernah lakuin itu ke Dila."
"Lo jangan BOHONG." Iqbal melayangkan tinjunya pada Bara.
Kali ini Bara tidak diam. Dia balik melayangkan tinjunya pada Iqbal. Mereka berdua bergulat di lantai. Saling pukul dan tendang.
"Sampai kapan pun gue dan Dila enggak bakal pisah." Napas Bara terengah-engah memelintir tangan Iqbal.
"Dan gue bersumpah akan memisahkan kalian. Lo enggak pantas buat adik gue." Iqbal memberontak membalikkan badan Bara.
Iqbal duduk di perut Bara. Kembali melayangkan tinjunya.
"Bara," pekik Herman ketika melihat Iqbal memukul Bara.
Iqbal bangkit menghentikan pukulannya. Masih menghargai orang tua.
"Ada apa dengan kalian?"
"Jika lo enggak ceraikan Dila. Awas lo!" Ancam Iqbal menatap Herman dengan tatapan sinis lalu pergi dari sana.