121. MENYELAMATKAN GESA DAN DINO
121. MENYELAMATKAN GESA DAN DINO
"Abang apa kita akan selamat?" Gesa ketakutan dan menangis.
"Kita akan selamat Gesa." Dino sebenarnya tidak yakin akan selamat namun ia tak mau mengungkapkannya karena tak ingin Gesa semakin khawatir dan takut.
"Sulit kita bisa lari dari mereka, tapi kita harus berusaha. Selagi ada usaha pasti akan ada hasil."
"Kenapa kamu baru datang Gesa?" Tanya Dino pada akhirnya.
"Aku menyelamatkan diri bang. Mereka terus memburuku. Sampai sekarang mereka masih memburuku. Terakhir orang-orang mereka membuntutiku di mall."
"Mall? Mall mana?" Dino penasaran.
"Mall Kokas."
"Bisa jadi itu detektif bayaran yang aku sewa untuk mencarimu."
"Apa?" Mata Gesa terbelalak. Ia ingin berteriak namun mulutnya dibekap Dino, takut kedengaran anak buah pangeran Ahmed.
"Selama di Jakarta kamu dimana?"
"Aku pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Malam saat kematian Ananya, aku berada disana. Aku selamat karena Rere datang saat itu."
"Apa Rere?" Dino malah shock. "Cepat katakan!" Dino histeris.
"Kenapa reaksi kamu seperti itu bang? Kamu kenal dengan Rere, adik bang Bara? Jujur padaku."
"Aku telah menodai Rere seminggu setelah Ananya meninggal. Aku ayah biologis Leon."
"Apa?" Gesa menangis tergugu. Kaget dan tak percaya jika ayah kandung Leon adalah Dino. Hancur sudah hati Gesa. Sepertinya ia tak bisa menjalankan amanat Ananya untuk menjaga Dino dan Hanin. Tangan Gesa mengepal kuat.
"Mau kemana kalian?" Orang suruhan pangeran ahmed mengacungkan senjata ke punggung Dino dan Gesa. Keduanya tiarap dan pasrah. Tidak mungkin mereka melawan pasukan yang telah terlatih. Mereka ada dua puluh orang sementara mereka hanya berdua. Wajah keduanya ditutup karung lalu tangannya diikat. Keduanya dimasukkan ke dalam mobil.
Mobil itu terus melaju membelah jalanan kota Kuala Lumpur. Jika orang tengah terlelap, tidak dengan Gesa dan Dino yang tengah berjuang antara hidup dan mati.
Mereka diturunkan di sebuah gedung tua yang tak berpenghuni. Para penjahat menyeret Dino dan Gesa. Penutup wajah keduanya di tutup. Mereka di dudukan di sebuah kursi dengan kondisi kaki terikat. Tangan mereka diikat di belakang kursi. Gesa marah lalu meludahi salah satu penjahat. Pria itu tak terima sikap Gesa. Ia menampar gadis itu hingga bibirnya berdarah.
"Jangan macam-macam kau betina. Sebentar lagi kau mati tetap saja kau sombong."
"Bukan kau yang tentukan aku mati atau tidak, tapi Tuhan. Jangan membual." Gesa menantang si penjahat.
"Garang juga kau rupanya. " Penjahat malah tertawa melihat Gesa. Ia mengelus pipi Gesa.
"Stop. Jika tak mahu tangan kau patah." Gesa menebarkan ancaman. Tak sudi tubuhnya dielus penjahat itu. "Tangan kotor jangan berani sentuh I."
"Mau mati masih saja membual. Kau seharusnya mati empat tahun yang lalu. Kau terlalu berbahaya betina. Pantas saja bos kami ingin memburumu, termasuk temanmu itu."
"Jika aku mati disini, jangan harap pangeranmu naik tahta." Gesa tertawa jahat. Penjahat itu pun gemetar mendengar ucapan Gesa, meski tak mau menunjukkan sikap gusar mereka.
"Sialan kau. Jadi kau tahu siapa kami?"
"Aku bukan orang bodoh tidak tahu jika kau suruhan pangeran Ahmed. Aku tahu pangeran itu tergila-gila pada Ananya. Malam itu yang ingin dia bunuh itu Dino, suami Ananya bukan Ananya. Sayangnya malam itu Dino dan Ananya bertukar kereta sehingga yang tewas malam itu Ananya. Aku ada dalam mobil itu. Aku berhasil kabur. Aku juga tahu kalian meminumkan wine pada mayat Ananya agar polis mengira dia meninggal karena mabuk." Gesa dengan berani buka suara. Toh pada akhirnya ia akan mati juga di tangan anak buah pangeran Ahmed.
Tanpa mereka sadari jika sedari tadi Gesa sedang melakukan siaran LIVE di sebuah media sosial. Semua peserta yang ikut LIVE Gesa menjerit histeris. Peserta live hanya melihat gambar hitam, tapi mendengar suara Gesa dengan jelas. Sebagai asisten artis ternama di KL tentu Gesa memiliki koneksi yang cukup banyak. LIVE Gesa di share para selebriti ke media sosial. Hanya dalam hitungan menit LIVE itu viral bahkan sampai ke Indonesia.
"Kau jangan membual perempuan." Tiba-tiba pangeran Ahmed muncul di depan Gesa dan Dino.
Dino berontak, ingin melepaskan diri. Pria itu ingin membunuh pangeran Ahmed dengan tangannya sendiri. Bajingan itu telah membunuh dan memfitnah istrinya dengan keji.
"Mau apa kau?" Pangeran Ahmed membentak Dino lalu memukul dan menendangnya. Dino muntah darah karena pangeran itu menendangnya dengan tenaga dalam. "Harusnya kau yang mati bukan Ananya. Aku terpaksa menfitnah wanita yang aku cintai karena tidak mau ketahuan. Tahtaku taruhannya."
Pangeran Ahmed mengode salah satu anak buahnya. Salah satu anak buah memberikan pangeran Ahmed senjata api. Pangeran gila itu mengarahkan pistol ke kepala Gesa. Perempuan itu memejamkan mata, pasrah dengan apa yang terjadi.
Pangeran Ahmed melepaskan tembakannya. Anehnya bukan Gesa yang berteriak pilu, tapi pangeran Ahmed. Pria gila itu stress melihat darahnya sendiri. Ia takut dengan darah.
Ternyata Bara datang tepat waktu dengan pasukan rahasia pangeran Syehzade. Bara menembak tangan pangeran Ahmed hingga pistol itu lepas. Terjadi baku tembak antara tim Bara dan tim pangeran Ahmed. Jumlah tim pangeran Ahmed kalah dengan tim Bara. Setidaknya pangeran Syehzade mengirim lima puluh orang pasukan khusus untuk membantu Bara.
Salah satu pasukan melepaskan ikatan Gesa dan Dino. Setidaknya Gesa menyiarkan secara LIVE pertempuran pangeran Syehzade dan Bara. Pertumpahan darah tak dapat di elakkan. Pasukan pangeran Ahmed banyak yang tewas di tangan pasukan pangeran Syehzade. Gesa cukup pintar tak menyorot Bara dan tim pangeran Syehzade. Ia terus menyorot pangeran Ahmed. Gesa bahkan memancing pangeran gila itu sehingga bicara lepas kontrol dan tanpa sengaja mengakui perbuatannya di masa lalu membunuh Ananya dan memfitnahnya.
Pangeran Ahmed menembak Bara. Pria itu terhuyung dan merasakan dadanya sakit. Untung saja Bara mengenakan rompi anti peluru sehingga ia tak terluka sama sekali.
"Bang Bara..." Pekik Gesa histeris mengejar Bara. Ia menahan tubuh Bara agar tak jatuh ke lantai.
"Jangan khawatir. Aku baik-baik saja."
"Kenapa melakukan semua ini padaku bang?"
"Aku melakukannya bukan demi kamu tapi demi Rere. Dino harus tetap hidup demi Rere dan Leon."
"Jadi abang tahu hubungan Dino dan Rere." Gesa semakin terpukul. Semua orang merahasiakannya. Ia bak orang bodoh tak tahu apa-apa. Kecewa….tentu saja kecewa, tapi tetap saja sakit disini. Kenapa harus Dino yang menghamili Rere bukan pria lain. Sebenarnya Gesa menyimpan perasaan untuk Dino. Awalnya mengagumi lama kelamaan rasa itu tumbuh, apalagi Ananya memberikan amanat untuk menjaga Dino dan Hanin. Pupus sudah cinta Gesa. Dino tidak ditakdirkan untuknya. Meski Ananya sudah tiada, tapi pria itu tak pernah ia miliki.