Jodoh Tak Pernah Salah

Part 297 ~ PKS UIA



Part 297 ~ PKS UIA

1Dila, Pak Irwan, Niken dan Rani datang ke UIA untuk menandatangani perjanjian kerja sama antara Universitas Islam Alabdy dan bank MBC. Kedua belah pihak melakukan serangkaian acara sebelum acara penandatanganan dimulai.     

Berkat lobi Dila, akhirnya UIA memutuskan kerja sama hanya dengan bank MBC dengan catatan pelayanan untuk UIA di prioritaskan. Ada pun proyek yang didapat Dila dalam kerja sama ini adalah gaji pegawai UIA pindah ke bank MBC sehingga karyawan UIA bisa melakukan pinjaman ke bank MBC dan pembayarannya melalui potongan gaji.     

Dengan adanya kredit karyawan UIA maka pertumbuhan kredit bank MBC capem cabang utama akan bertumbuh sebesar 3 persen. Tak hanya itu, proyek pengadaan kartu mahasiswa (KTM) juga di dapat MBC. Proyek ini membuat pertambahan rekening di kantor Dila sebanyak dua ribu rekening dengan minimal setoran awal lima puluh ribu rupiah.     

MC mempersilakan Fatih dan Pak Irwan naik ke atas panggung. Di atas meja sudah terletak surat perjanjian kerja sama. Masing-masing dari mereka mendapatkan satu PKS. Fatih dan Pak Irwan membaca isi PKS sekali lagi. Setelah isinya sesuai dengan kesepakatan, mereka lalu menandatanganinya. Masing-masing tim dari perusahaan mereka mengambil PKS yang sudah di tandatangi dan diberikan stempel.     

"Dengan penandatanganan perjanjian kerja sami ini maka telah resmi mulai hari ini Universitas Islam Alabdy bekerja sama dengan bank MBC. UIA menyerahkan pengelolaan dana mereka pada bank MBC unit usaha syariah (UUS). Semoga dengan adanya kerja sama ini hubungan dua perusahaan semakin mesra dan erat. UIA berharap dengan adanya kontribusi dari bank MBC bisa sebagai ajang promosi dan peningkatan mutu universitas. Bank MBC juga berharap dengan kerja sama ini makanya pengelolaan keuangan UIA bisa lebih baik dan transparan," ucap MC menutup acara.     

Selesai acara penandatangan mereka langsung beramah tamah. Fatih didampingi asistennya menjamu Dila dan tim untuk makan siang.     

"Terima kasih Bapak Fatih sudah memilih bekerja sama dengan bank kami," ucap Pak Irwan sumringah.     

"Penawaran dari bank Bapak sangat menarik makanya kami memilih kerja sama dengan bank Bapak. Tim marketing Bapak sangat jago bernegosiasi." Secara tidak langsung Fatih memuji Dila.     

Dila menghindari tatapan Fatih karena takut salah tingkah. Walau bagaimana pun mereka pernah punya hubungan di masa lalu. Tidak mungkin Dila tak merasa canggung     

"Dila sudah jelas kinerjanya dari dulu. Dia memang andalan di tim kami." Pak Irwan memuji.     

"Pak saya tinggal sebentar ada yang harus saya tangani," ucap Fatih berpamitan setelah asistennya datang membisikkan sesuatu.     

"Tidak apa-apa Pak."     

"Silakan dicicipi makanannya Pak," kata Fatih sebelum pergi.     

"Kerja yang bagus Dila," puji Pak Irwan setelah Fatih pergi. Mereka berdua duduk satu meja sementara Rani dan Niken di meja lain. Perbincangan antar pejabat membuat keduanya memisahkan diri.     

"Sama-sama Pak."     

"Banyak bank mengincar UIA karena potensi dana pihak ketiga dan penyaluran kredit yang besar. Kamu berhasil memenangkannya. Jika boleh tahu apa yang kamu katakan sehingga Pak Fatih mau bekerja sama dengan bank kita?"     

"Sebenarnya...," ucap Dila ragu.     

"Sebenarnya apa?"     

"Pak Fatih itu sudah seperti abang bagi Dila Pak."     

"Kok bisa?" Pak Irwan penasaran.     

"Proyek ini didapat karena unsur keluargaan saja. Pak Fatih itu dulu tinggal bersama keluarga Dila. Ayah Dila yang biayai dia sekolah dari SD hingga SMA. Kuliah di Mesir baru melalui program beasiswa."     

"Hebat sekali dia. Berarti berjuang dari nol."     

"Benar Pak. Berjuang dari nol."     

"Andai saja anak perempuan saya sudah dewasa mau dijodohkan dengan dia."     

"Issshhh Bapak. Miana masih SMP Pak." Dila mencibir atasannya.     

"Makanya saya bilang jika anak perempuan saya sudah dewasa. Pahami kalimat saya Dila." Pak Irwan terkekeh.     

"Ya abisnya Bapak ambigu sekali."     

"Itu proyek dengan rumah sakit Harapan bagaimana?"     

"Kemarin Dila mau meeting sama CEO-nya tapi sayangnya pas hari H, CEO-nya tidak bisa. Beliau harus pulang ke Jakarta karena urusan mendadak."     

"Kenapa mereka enggak mau kerja sama lagi dengan bank ABC?"     

"CEO baru enggak sreg sama bank ABC. Beliau ingin mengganti sistem yang dibuat CEO lama."     

"Tidak bisa gitu diwakilkan dengan direktur utama atau direktur keuangan?"     

"Beliau kayaknya belum percaya sepenuhnya dengan direksi sekarang. Beliau mau merombak organisasi kayaknya Pak. Dalam perjanjiannya karyawan Harapan tidak boleh dipecat tapi CEO baru akan merombak total organisasi rumah sakit dan bakal ganti nama."     

"Aneh ya. Rumah sakit Harapan tidak bangkrut kenapa dijual?" Pak Irwan berpikir keras.     

"Itu juga aneh Pak."     

"Siapa yang bantu kamu masuk ke Harapan?"     

"Kebetulan kakak ipar Dila jadi dokter disana."     

"Koneksi keluarga Pak Defri luar biasa. Saya masih penasaran dengan kamu. Kenapa enggak berbisnis malah jadi karyawan MBC?"     

"Bukan passion Dila Pak. Dari kecil emang udah bercita-cita kerja di bank."     

"Luar biasa."     

Pak Irwan mengangkat ponsel dan bicara cukup lama ditelepon.     

"Dila." Panggil Pak Irwan.     

"Ada apa Pak?"     

"Pak Fatih masih lama?"     

"Kenapa Pak?"     

"Ada penandatanganan PKS di tempat lain. Saya harus berangkat."     

"Tunggu sebentar gimana Pak? Enggak enak sama Pak Fatih jika Bapak pergi duluan."     

Pak Irwan manggut-manggut tanda mengerti. Tak lama kemudian Fatih kembali. Pak Irwan berpamitan dengan Fatih. Mereka berpelukan dengan hangat seolah sudah kenal lama.     

Dila dan Fatih hanya duduk berdua dalam satu meja. Dila sedikit canggung dan salah tingkah.     

"Jangan canggung Dil." Fatih tahu jika Dila tidak nyaman hanya duduk berdua dengannya.     

"Kok Bapak tahu?" Dila berusaha tersenyum manis walau pun malu.     

"Kita kenal dari kecil Dila. Hal sekecil apa pun tentang kamu pasti aku tahu. Tidak usah panggil Bapak. Kita hanya berdua disini."     

"Baik uda."     

"Mungkin aku akan bicara diluar konteks kerja sama. Aku ingin tanya sesuatu."     

"Tanya apa uda?"     

"Apa kamu bahagia menikah dengan Bara?"     

"Kenapa bertanya seperti itu?" Dila memasang senyum terbaiknya. Memanipulasi keadaan jika ia canggung dan gugup.     

"Agar aku bisa melepaskan kamu," ujar Fatih tanpa berkedip. Fatih harus memberanikan diri bertanya sebelum memulai hidup yang baru.     

"Maksudnya?"     

"Aku belum move on dari kamu." Fatih berkata jujur.     

Dila terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Tak menyangka jika Fatih masih memiliki rasa padanya. Dila merasa tertohok karena ia sudah mulai belajar mencintai Bara. Salahkah Dila jika sudah mulai mencintai Bara dan melupakan Fatih? Apakah ini bisa disebut sebuah pengkhianatan?     

"Jawab aku Dila."     

"Ha…." Dila melongo tak tahu apa yang harus dilakukan. Dila kehilangan kata-kata untuk bicara. Tenggorokannya terasa sangat pahit.     

"Caraku mencintaimu memang salah. Aku menggantung kamu dan tak berani datang pada om Defri meminta kamu untuk bertunangan denganku. Aku tidak pantas dan tidak layak karena aku tidak jantan sebagai laki-laki. Merasa minder dan tak percaya diri menghadapi kelurga kalian. Memantaskan dan mempersiapkan diri adalah caraku untuk bisa bersanding dengan kamu."     

"Delapan tahun bukan waktu yang sebentar untuk menggantung kamu. Kamu bahkan tetap setia menungguku walau aku tak pernah memberikan kabar padamu. Bagaimana pun cibiran datang padamu, kamu hanya membalas mereka dengan senyuman. Sekarang jawab pertanyaanku. Apa kamu bahagia? Jangan berbohong karena aku tahu jika kamu berbohong."     

"Uda." Dila merasa lemah dan tak kuat menahan perasaan yang bergejolak di hatinya.     

"Cepat jawab Dila! Jawaban kamu adalah awal dari hidupku yang baru. Biarkan aku tenang memulai cinta yang baru."     

"Aku bahagia uda. Bara sangat mencintaiku. Dia memperlakukan aku dengan baik," ucap Dila tegar menahan air mata yang akan tumpah.     

Tidak boleh mellow dan baperan! Dila menyemangati diri sendiri. Meski tak mudah namun ia harus melewatinya. Akan ada pelangi setelah hujan. Ia dan Fatih memang tidak berjodoh namun Tuhan telah mengirimkan jodoh terbaiknya. Tuhan tidak akan pernah salah dalam menuliskan takdir seseorang. Cintanya dan Fatih bukanlah cinta sejati. Sejatinya cinta itu hadir setelah akad nikah.     

"Syukurlah jika begitu. Aku tahu siapa Bara dan bagaimana masa lalunya. Aku tidak rela jika dia menyakiti kamu," ucap Fatih bak bom bagi Dila.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.