Cintanya yang Hancur (4)
Cintanya yang Hancur (4)
Tapi kemudian, setelah semua ini, samar-samar ia menertawakan dirinya sendiri.
Ia merasa sedikit sedih menjadi orang tua seperti mereka…
Hanya saja, tepat ketika anak buah mereka yang ada di bawah memberitahu bahwa putrinya muncul, keduanya yang biasa menunjukkan wajah dingin menjadi gugup saat ini.
Entah karena kebohongan mereka atau karena akan melihat putri mereka yang belum kembali ke rumah selama bertahun-tahun.
Mungkin bisa jadi keduanya…
Leng Xiaomo pun mengikuti orang-orang yang dikirim oleh keluarganya menuju ke unit perawatan intensif. Dan begitu melihat ini, Leng Xiaomo tahu bahwa ibunya pasti telah keluar dari ruang operasi dengan lancar.
Tidak ada seorang pun di pintu, tetapi pintunya terbuka. Namun, ia yang terburu-buru sepanjang jalan tiba-tiba memperlambat langkahnya ketika pintu sudah di depan mata.
Di saat inilah ia merasa bahwa dirinya benar-benar tidak berbakti.
Akankah orang tuanya marah padanya jika selama ini ia sama sekali tidak pernah menunjukkan wajahnya di hadapan mereka?
Mungkin saja…
Akhirnya, Leng Xiaomo pun mengepalkan tangannya dengan mata memerah dan tampak ragu-ragu untuk masuk. Sementara orang di dalam yang mendengar gerakan itu terlebih dulu, tiba-tiba bangkit sembari berjalan untuk bertanya, "Siapa itu?"
Tepat begitu Leng Jue keluar, ia melihat seorang gadis kecil yang begitu familiar, tetapi juga sedikit asing di matanya.
Mengenakan dress putih dengan rambut tergerai, tapi sedikit berantakan, juga sepasang mata merah dan bengkak yang terlihat habis menangis.
Sedang Leng Xiaomo yang menatap pria jangkung di depannya hanya bisa menggerakkan bibir dengan gelisah, sebelum akhirnya suaranya yang tercekat berhasil dikeluarkan, "Ayah."
Pria di depannya adalah ayahnya.
Meski kini sudah setengah baya, tapi ia masih terlihat tampan. Hanya ada kerutan di keningnya saja, siapa pun bisa melihat bahwa ia penuh dengan pengalaman hidup, dewasa dan menawan.
Dan Leng Xiaomo yang pergi ketika ia masih muda, tumbuh sangat cepat dan memiliki banyak perubahan. Kemunculannya kembali di depan orang tuanya tentu lebih menarik perhatian. Bahkan Leng Jue sendiri merasa bahwa gadis kecil dengan rambut pendek dan mudah tersinggung itu telah mengalami perubahan yang mengguncang bumi.
Alhasil, Leng Jue menatap cukup lama putrinya yang sudah lama tidak ia lihat. Kemudian perlahan ia mengangkat tangan untuk membelai rambutnya. Suaranya pun telah berubah sedikit serak, "Nak, kamu tidak tahu betapa ibumu merindukanmu."
Dan ia sendiri, tentu saja, tidak perlu dikatakan lagi.
Saat itu, ia sendirilah yang langsung menemani istrinya ke panti asuhan. Hingga mereka memilih bayi perempuan berusia dua atau tiga tahun yang tampak takut pada orang asing. Mereka pun menganggapnya sebagai putri mereka sendiri ketika memutuskan untuk membawanya kembali ke rumah.
Kali ini, Leng Xiaomo seolah ditikam tanpa ampun hingga menangis karena kata-kata ayahnya dan air matanya tiba-tiba jatuh tanpa bisa dicegah. Tanpa ragu, ia segera mengangkat tangan untuk menyeka wajahnya dan bertanya dengan suara serak, "Di mana ibu? Bagaimana keadaannya?"
Ayah Leng masih tetap membelai kepalanya, lalu membawanya masuk sambil berkata, "Untungnya, kecelakaan mobil ibumu tidak terlalu serius, tetapi sedikit melukai kakinya. Pendarahannya bukan pendarahan internal, tetapi hanya goresan. Ini tidak seserius yang kamu pikirkan. Kemari dan duduklah. Ibumu pasti akan bangun sebentar lagi. Setiap hari dia berbicara tentangmu, selalu mengatakan kapan dia bisa mengharapkanmu kembali."
Leng Xiaomo kini menatap ibunya yang berbaring di tempat tidur dengan perban kaki menggantung, tangannya masih ditusuk dengan cairan infus, wajahnya pucat, dan matanya terpejam. Segera setelah melihatnya, Leng Xiaomo perlahan menutupi mulutnya, terisak.
Sampai akhirnya, langkahnya tiba di sisinya ibunya, kemudian dengan lembut ia memegang tangannya, meletakkannya di wajah, lalu berucap dengan suara serak, "Bu, aku minta maaf, aku datang untuk melihatmu sekarang..."
Dengan penuturan Ayah yang mengatakan bahwa ibunya membicarakannya setiap hari, tetapi ia tidak kunjung kembali sampai ibunya mengalami kecelakaan, ia hanya merasa sangat ironis.