Kak, Aku Mencintaimu (1)
Kak, Aku Mencintaimu (1)
Tidak peduli seberapa kaku hubungannya dengan orang tuanya, seberapa ia tidak ingin melihat keduanya, bukan berarti ia tidak mencintai mereka.
Jika sesuatu terjadi pada orang tuanya, Leng Xiaomo pasti akan langsung terbang ke rumah untuk melihat mereka meski ia berada di luar negeri sekali pun.
Dan kali ini, Leng Xiaomo tidak bisa meragukan kebenaran dari informasi itu. Yang jelas, ia tidak bisa mengambil risiko.
Jika saja nantinya ia melewatkan satu hal, tentu ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri sepanjang hidup.
Jadi setelah memesan taksi, Leng Xiaomo bergegas menuju ke bandara untuk mencari penerbangan tercepat ke Kota A.
Kota A adalah tempat tinggal orang tuanya dan membutuhkan waktu dua jam untuk terbang.
Sungguh, Leng Xiaomo benar-benar khawatir. Namun, ketika kakaknya menelepon lagi, mau tak mau Leng Xiaomo menarik napas dalam-dalam. Kali ini, ia langsung menolak panggilan itu. Dan sebagai gantinya, ia justru menelepon seseorang…
Seseorang yang sama pentingnya untuknya.
Hanya butuh dua kali deringan sebelum akhirnya panggilan terhubung,
Detik setelahnya, Leng Xiaomo mendengar suara yang agak serak di sana. Seketika itu juga matanya tiba-tiba berlinang air mata. Ia mencengkram tangannya erat-erat sembari perlahan berkata, "Ayah, ini aku. Apa ibu baik-baik saja?"
Hanya ada keheningan selama beberapa detik, seolah masing-masing dari keduanya tidak tahu harus berkata apa. Alhasi, Leng Xiaomo-lah yang lebih dulu mengambil inisiatif dengan suaranya yang sedikit tercekat, "Oke, Ayah, aku sedang dalam perjalanan ke bandara sekarang dan aku akan segera tiba."
Leng Xiaomo pun langsung mengakhiri panggilan tanpa menunggu lebih lama lagi. Ia terlihat sedang menggigit lipatan bibirnya dengan mata memerah penuh kekhawatiran. Terlebih saat ayahnya mengatakan bahwa ibu ada di ruang gawat darurat, berdarah, dan pengemudi melarikan diri.
Ayahnya juga mengatakan jika kakaknya juga akan kembali.
Tentu saja, di saat seperti ini, tampaknya hubungan cinta yang tidak masuk akal itu tidak penting. Awalnya, Leng Xiaomo memang hanya menahan beban ini untuk dirinya saja, tetapi ternyata ini hanya lelucon yang menyedihkan, bukan?
Di mata orang luar, apa yang ia pendam tampak layak untuk diremehkan.
Jadi hari itu, Leng Xiaomo bergegas ke bandara untuk membeli tiket dan mengambil penerbangan tercepat kembali ke Kota A.
Namun, ketika Leng Xiaomo sedang mengantri, ia melihat seseorang berdiri di belakangnya tepat di antrean terakhir.
Sosok itu mengenakan pakaian biasa dengan wajahnya yang dingin penuh dengan kelelahan. Ya, sudah dua hari sejak Leng Xiaomo tidak melihatnya. Janggut di dagunya semakin merajalela dan matanya yang familiar dipenuhi dengan warna merah
Tatapan Leng Xiaomo langsung tertuju pada sosok itu saat ia berbalik setelah membeli tiket.
Bagaimana kondisinya selama dua hari ini tampaknya telah tertulis di wajahnya.
Kini, tatapannya tampak lurus ke depan. Kecuali kilatan keheranan dari sorot matanya dan kelelahan di wajahnya, sepertinya hanya ada ketidakpedulian yang tersisa. Wajahnya benar-benar tanpa ekspresi. Pasti ia telah dibuat lelah mencari adiknya selama dua hari ini, tetapi setelah melihatnya, ia tidak menanggapi sama sekali. Bahkan hanya terlihat ketidakpedulian di sana.
Bagus.
Bagus sekali.
Mau tak mau, Leng Xiaomo mengepalkan tiketnya, tidak memandangnya lagi, dan langsung berbalik.
"Berhenti!"
Tiba-tiba, sebuah suara rendah terdengar dari belakang.
Kemudian Leng Xiaomo mendengar langkah kaki menyusul. Seketika ia mempercepat langkahnya sembari mengabaikan pandangan mata orang-orang di sekitarnya. Ya, ia hanya ingin pergi secepat mungkin tanpa harus menemuinya.
Apa yang ia dapatkan dari menyukai pria ini?
Haruskah ia menanggung sikapnya yang dingin hanya karena menyukainya?
Namun, hanya butuh beberapa langkah bagi Leng Yunchen untuk menyusulnya dan meraih pergelangan tangannya.
Membuat Leng Xiaomo sontak terguncang——