Halo Suamiku!

Ciuman Brutal (4)



Ciuman Brutal (4)

3 ...     

Hari masih begitu pagi dan Leng Xiaomo tidak ingin tinggal lama di kamar itu. Alhasil, ia bergegas mencuci wajahnya dengan tergesa-gesa, lalu pergi dengan tas sekolahnya.     

Hanya saja, ia tidak turun ke bawah. Kebetulan kamarnya berada di lantai dua, sedangkan di belakang tempat ini langsung berhadapan dengan gang milik warga. Jadi ia langsung membuka jendela untuk mencari pijakan keluar dari sana.      

Tentu ada alasan sangat kuat kenapa ia melakukannya. Ya, ia tidak mau, lebih tepatnya tidak berani berhadapan dengan kakaknya lagi.     

Bahkan mungkin kakaknya sudah lebih dulu pergi.     

Yang pasti untuk saat ini, ia tidak tahu dan tidak ingin tahu apa yang terjadi. Ia hanya ingin mendengar bisikan hatinya bahwa ia harus pergi dengan tenang ke suatu tempat tanpa kakaknya.     

Tak butuh waktu lama bagi Leng Xiaomo untuk turun dari jendela di lantai dua. Bahkan tidak sekali pun ia menoleh ke belakang.     

Entah kakaknya akan kembali atau tidak, yang pasti, itu bukan lagi menjadi masalah untuknya.      

Akhirnya, setelah Leng Xiaomo berhasil menapak tanah, ia berjalan menyusuri gang. Ada banyak toko serba ada di sepanjang jalan Kota G ini, tetapi semuanya masih tutup. Jelas, matahari saja baru menampakkan dirinya, jadi orang-orang tentu masih menikmati mimpi indah mereka. Leng Xiaomo sendiri sebenarnya tidak tahu berapa lama ia berjalan. Hingga, sebuah toko akhirnya dibuka dan ia masuk ke sana tanpa pikir panjang.     

Toko serba ada itu sangat besar, seperti supermarket kecil.     

Begitu masuk, ia menuju ke loker yang tersedia.     

Leng Xiaomo berjalan dalam diam dengan tas ransel di punggung, lalu menurunkannya, memasukkannya ke dalam loker, baru kemudian berjalan membeli makanan.     

Hanya saja, setelah selesai memilih makanan, ia langsung membayar dan pergi tanpa mengambil ranselnya.     

Bukan karena lupa.     

Melainkan ia melakukannya dengan sengaja.     

Menurutnya ini adalah tempat yang paling aman untuk ponsel itu. Tidak ada yang akan tahu. Ya, ada berderet lebih dari 200 loker di sana dan tidak ada yang akan membuka loker yang telah dikunci olehnya.     

Leng Xiaomo hanya mengambil kartu identitas, paspor palsu, juga ponsel miliknya sendiri dengan nomor telepon baru, sementara di dalam tas itu masih berisi beberapa pakaian dan perlengkapan sederhana, termasuk ponsel milik Profesor Han.     

Jadi jika ia pergi dari sini, tidak ada yang akan memikirkan di mana dirinya berada.     

Dan tidak ada yang akan menemukannya.     

Tanpa Leng Yunchen pun, ia akan tetap aman.     

Kini, langkah Leng Xiaomo menuju ke sederet bangku taman, memilih satu satu di antaranya, lalu duduk di sana sembari mengunyah sepotong roti yang baru ia beli. Seraya melihat sinar matahari yang semakin sejahtera pagi itu, ia sedikit mengangkat tangan untuk menutupi matanya.     

Tapi sisi lain dirinya serasa memberontak, seolah ia ingin sinar matahari mengusir kegelapan di hatinya.     

Apakah ia benar-benar telah menentang etika karena jatuh cinta pada kakaknya sendiri?     

Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah.     

Tapi mungkin memang demikian.     

Kalau tidak, kenapa kakaknya bereaksi begitu kuat?     

Masih terekam jelas di benak Leng Xiaomo saat ia bangun pagi tadi. Ia melihat wajah kakaknya begitu tertekuk…     

Ah!     

Leng Xiaomo tertawa samar.     

Hingga tawa itu berubah menjadi tangisan.     

Yah, karena kebodohannya-lah ia menjadi seperti ini.     

Setelah beberapa gigitan roti, nafsu makannya telah lenyap. Justru ia beralih mengeluarkan sebungkus rokok yang baru saja ia beli, menyalakan korek api, lalu mengisapnya perlahan.     

Padahal ia sudah menyembunyikan semuanya dengan baik ketika bertemu dengan kakaknya akhir-akhir ini, tetapi sekarang itu tidak perlu lagi.     

Ia benar-benar sendirian di taman kecil di Kota G yang begitu besar ini tanpa tahu apa yang terjadi pada kakaknya.     

Sementara di tempat lain, rupanya Leng Yunchen turun lebih dulu untuk menemui polisi yang menangani para penjahat sebelumnya sembari menyerahkan bukti. Setelah semuanya selesai, ia mendongak ke atas dan berniat naik untuk melihat adiknya, tetapi entah kenapa, batinnya menolak.     

Alhasil, ia berjalan keluar dari hotel kecil itu menuju ke sebuah warung sarapan di mana ia bisa melihat ke arah pintu keluar. Setelah membeli dua porsi susu kedelai, roti kukus kecil dan Siomay, ia bergegas kembali. .     

Hanya saja, selama di warung, ia menunggu sambil merokok, sedangkan matanya terus menatap pintu hotel dari waktu ke waktu sembari mengerutkan kening——     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.