Mencuri Ciuman (4)
Mencuri Ciuman (4)
Yang juga berhasil mengguncang dinding.
Tampaknya tempat tidur mereka juga ikut bergetar akibat dampak dari dinding kamar sebelah.
Ditambah lagi, jeritan dan erangan wanita tentu sangat jelas terdengar di malam yang sunyi ini.
Benar-benar… mesum.
Ya, suara yang begitu halus dan memalukan sekali pun tentu dapat terdengar hanya dengan insulasi suara sederhana dari hotel kecil ini.
Itulah kenapa Leng Xiaomo hanya berbaring di tempat tidur tanpa berani bergerak. Darahnya seperti telah memadat di sekujur tubuh.
Ingin tahu kenapa? Jelas, karena beberapa detik yang lalu, garis pandanganya bersirobok dengan sepasang mata Leng Yunchen yang gelap sekaligus dingin.
Begitu Leng Yunchen membuka mata, sontak keduanya saling memandang dalam cahaya bulan yang agak berkilauan, diiringi dengan suara cabul antara pria dan wanita di seberang dinding.
Bahkan tubuh Leng Xiaomo kini telah sepenuhnya menegang dengan kepala yang dipenuhi kekacauan, juga membuatnya tak lagi bisa membayangkan jika ia dan kakaknya sendiri akan melakukan adegan seperti itu.
Bukankah itu terlalu hina atau memalukan?!
Mungkin, mungkin keduanya!
Alhasil, karena tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya, jadi ia hanya memaku dirinya di tempat.
Sementara Leng Yunchen hanya menatapnya seperti ini hingga waktu berlalu dan suasana menjadi semakin intens di sana, tetapi mereka berdua hanya tetap saling memandang dalam diam. Jika bukan karena gelapnya malam, Leng Xiaomo tahu bahwa wajahnya pasti sudah semerah tomat.
Tapi bagaimana dengan kakaknya?
Ada apa dengannya? Kenapa ia terus menatapnya seperti ini namun juga tidak mengatakan apa-apa…
Mau tak mau, Leng Xiaomo mengepalkan tinjunya dengan erat, sedangkan punggungnya telah basah oleh keringat.
Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia berbalik atau bagaimana? Hanya dengan ditatap seperti ini saja sudah membuat otaknya benar-benar kosong.
Dan di saat itu.
Leng Yunchen tampak bergerak.
Ya, mata Leng Xiaomo tidak salah.
Ia mendapati kakaknya mendekat.
Seketika mata Leng Xiaomo kembali melebar dan tanpa sadar ia sudah bersiap untuk mundur atau mengatakan sesuatu.
Namun meski ia sudah menyiapkan diri, tapi entah bagaimana, tubuhnya seolah dihentikan secara paksa dan tenggorokannya terasa tersumbat. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa dan tidak bisa bergerak, jadi ia hanya mampu memperhatikan kakaknya yang semakin dekat dan lebih dekat lagi.
Pipi Leng Xiaomo semakin terbakar, bahkan keringat halus sudah membasahi telapak tangannya.
Ditambah lagi, suara yang terus mengalir dari pria dan wanita di balik tembok itu benar-benar membuatnya gila.
Sungguh, alasan kenapa ia berkencan dengan banyak pria, juga dengan cepat berganti-ganti pasangan adalah karena alasan untuk ini. Ketika pasangannya mengajukan keinginan untuk berhubungan intim, ia akan meminta putus dengan tegas.
Jadi sekarang, ia benar-benar masih perawan.
Hanya saja, meski masih perawan, bukan berarti ia tidak memahaminya. Tentu ia juga pernah berfantasi memikirkan hal semacam itu saat tengah malam berlangsung. Ia pun tahu hal ini sangat memalukan dan tabu, tapi hanya akan ada satu orang yang selalu memenuhi fantasinya.
Dan begitu Leng Xiaomo merasa jika tubuh kakaknya semakin dekat, matanya dipenuhi kabut basah.
Ia seperti rusa, yang tampak mengharapkan sesuatu, tetapi kegugupan dalam dirinya seolah lebih menguasai karena tidak memiliki pengalaman.
Hingga akhirnya, tubuh Leng Yunchen hanya berada satu inci di depannya.
Kilat yang bersorot dari matanya seolah menunjukkan kasih sayang yang dalam atau sesuatu yang lain.
Dan ia perlahan mengangkat tangan dan mengulurkannya ke arah Leng Xiaomo.
Dada Leng Xiaomo sontak naik turun tak terkendali dan ia sama sekali tidak menolak atau menghindar.
Kemudian, jari-jari Leng Yunchen dengan lembut mengusap pipi Leng Xiaomo, meluncur di sepanjang pipinya, sampai akhirnya, tanpa diduga——
Tangan itu menutupi telinganya.
Di saat inilah Leng Xiaomo benar-benar termangu, "..."