Melindunginya (1)
Melindunginya (1)
Kemudian ia mengangguk, melirik Leng Yunchen sekilas, lalu ia mengeluarkan kunci dari lemari di detik berikutnya, "Ruang ketiga di lantai dua."
Tanpa membuang waktu lagi, Leng Yunchen segera mengambil kunci itu dan langsung pergi, sementara Leng Xiaomo selalu berada di depan sisi kanannya. Entahlah, Leng Yunchen hanya tidak akan membiarkannya berada di belakang. Alhasil, ia harus selalu menempatkan adiknya di mana ia bisa melihatnya.
"Kakak…kita…"
"Yah, jangan khawatir. Menurutku justru akan sangat aman jika kita berada di satu ruang. Jadi aku bisa menjagamu," ucap Leng Yunchen sembari melingkarkan lengannya di bahu Leng Xiaomo dan keduanya kini berjalan menuju lantai dua.
Sebenarnya, Leng Yunchen sama sekali tidak memedulikan bagaimana lingkungan hotel yang harus ia tempati sekarang.
Tapi saat ini ia sedang berada di situasi khusus, di mana keselamatan Leng Xiaomo adalah yang utama. Setidaknya jauh lebih baik bagi adiknya untuk tinggal di sini daripada tidur di hutan hujan tropis seperti sebelumnya.
Leng Yunchen pun segera membuka pintu kamar. Setelah masuk, ia melihat bahwa ruangan di dalamnya sangat kecil. Untung saja ada kamar mandi mandiri, yang luasnya tidak lebih dari sepuluh meter persegi. Dengan tubuhnya yang tinggi tegap, tentu ruangan sekecil itu seketika berubah sempit.
Tetapi meski keduanya berada di ruang sekecil itu, Leng Xiaomo tahu bahwa kakaknya tidak akan mungkin memiliki pemikiran lain… namun bukan berarti ia sendiri tidak memikirkannya.
Setidaknya debar jantungnya berdetak lebih kuat dari biasanya.
Tampak Leng Yunchen melemparkan kantong makanan ke atas meja, baru kemudian dengan waspada memeriksa kamar, mengunci pintu, kamar mandi, dan jendela.
"Jika semuanya sudah aman, mandilah dulu dan segera beristirahatlah."
Ucap Leng Yunchen sembari melirik Leng Xiaomo yang duduk di tempat tidur.
Perlahan gadis kecil itu melepas mantelnya, lalu matanya jatuh ke arah kamar mandi, sedikit mengerutkan kening dan berkata dengan lemah, "Kakak, bisakah aku mandi?"
Tubuhnya masih ternoda oleh aroma darah dan tentu saja ia tidak ingin tidur dengan mencium baunya.
Leng Yunchen yang mendengar ini pun segera memeriksa ke kamar mandi lagi, tapi kali ini, alisnya mengernyit erat.
Kemudian ia baru menemukan bahwa kamar mandi ini hanya menggunakan pintu geser kaca, kaca buram. Jika seseorang masuk, sosok itu akan bisa dilihat dengan jelas dari luar, sementara hanya bagian tengah yang buram, sedangkan tempat-tempat lain hanya diselimuti oleh kaca bening.
Jika seperti ini, maka untuk pergi ke toilet dan mandi saja rasanya tidak akan terlalu nyaman.
Leng Xiaomo sendiri juga menyadarinya. Alhasil, ia bergegas bangkit dan berjalan perlahan, "Kamar mandi macam apa ini? Bagaimana bisa seperti ini?"
Ekspresi di wajahnya pun tampak sangat kusut dengan alis menegang.
Meskipun ia menyukai kakaknya, tapi Leng Xiaomo tidak ingin berhubungan terlalu jauh, karena ia tahu bahwa jatuh cinta pada kakaknya adalah hal yang sangat tabu. Sementara selama ini, ia hanya menyukainya begitu saja.
Dan kamar mandi ini... harus ia akui, akan membuatnya sedikit malu.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana harus berhadapan dengan kakaknya setelah keluar dari kamar mandi. Sungguh, ini terlalu memalukan.
Leng Yunchen yang masih melihat ke arah kamar mandi juga terdengar mendesis dingin, "Sangat vulgar."
Mungkin, tempat seperti ini memang lebih dikhususkan bagi sepasang pria dan wanita yang saling menggoda.
"Kuberi waktu 15 menit. Aku akan keluar sebentar untuk melihat situasi di luar. Mandilah dulu," ucap Leng Yunchen pada akhirnya.
Setelah mengatakannya, ia mengeluarkan sebungkus rokok dan korek api dari saku celananya dan bersiap untuk pergi keluar.
"Tunggu, Kakak…!"
Leng Xiaomo meraih lengannya.
"Ada apa?"
Mau tak mau, ia pun berbalik.
Tampak Leng Xiaomo sedikit menahan napas, "Kak, kamu tidak akan pergi jauh, kan?"
Ya, Leng Xiaomo merasa tidak nyaman jika nantinya terjadi sesuatu saat ia mandi.
Dan Leng Yunchen pun juga dapat melihat apa yang adiknya khawatirkan—-