Kak, Datanglah (5)
Kak, Datanglah (5)
"Ini rumah yang kamu beli di Kota G?"
Ketika keduanya memasuki lift, Leng Xiaomo melihat kakaknya menekan lantai 23. Saat itulah ia bertanya dengan alis membeku.
"Yah, kurasa begitu. Dalam beberapa tahun terakhir, aku memiliki banyak urusan di sini. Setiap kali datang, aku akan tinggal sebentar," jawabnya lemah.
Lantai 23.
Genderang perang seolah ditabuh dengan keras di hati Leng Xiaomo. Padahal, lingkungan di sini cukup bagus, bahkan berada di kalangan kelas atas. Tapi di Kota G ini, di mana ada sejengkal tanah pun, diperkirakan akan menelan biaya puluhan juta hanya untuk membeli satu lantai.
Karena bangunan ini tipe duplex.
Yang diperkirakan berukuran sekitar 200 meter persegi.
Prajurit militer memang tidak bisa dibandingkan dengan bos besar dari kelompok senjata, di mana mereka membutuhkan ratusan juta hanya untuk tempat tinggal.
Kini, Leng Yunchen membawanya masuk dan menunjukkan kamar untuknya. Di lantai pertama ada ruang tamu besar dengan gaya dekorasi sederhana dan modern. Di sisi yang berlawanan terdapat jendela bergaya Perancis besar. Sementara di satu sisi, ada dapur terbuka, lemari anggur, kamar mandi, dan dua kamar tamu.
Hanya lantai atas yang tidak ia tahu apa saja isinya.
"Kamu tidur di lantai bawah hari ini. Ada toilet di kamar. Kamu bisa mandi air panas dan tidurlah segera," kata Leng Yunchen singkat karena ia harus bergegas naik ke atas dulu.
Leng Xiaomo pun mengangguk.
Sosok ramping itu tampak sangat patuh saat ini.
Hanya saja, tepat ketika Leng Yunchen hendak naik ke atas, tiba-tiba ia mendengar suara dengusan cukup kasar.
Di malam yang begitu sunyi ini, tentu dengusan itu terdengar sangat nyaring.
Tanpa sadar, ia berbalik dan mendapati adiknya yang sedang menatap lurus ke arah dapur.
Ekspresinya seketika berubah samar saat ia mengarahkan pandangannya ke bawah.
"Kamu lapar?"
Tanyanya.
Tampak Leng Xiaomo mengangguk ragu, "Makanan di pesawat terlalu tidak enak, membuatku tidak nafsu makan."
Leng Yunchen hanya mampu menghela napas ringan dan kemudian melontarkan satu kalimat perintah tak terbantahkan, "Bersih-bersihlah dulu dan tunggu aku."
Setelah itu, ia dengan cepat naik ke atas dalam tiga langkah menuju ke sebuah ruang.
Leng Xiaomo hanya mengangkat alis. Kemudian ia pergi ke kamar tamu dan memilih tempat tidur yang bersih dengan bantal dan selimut.
Pakaiannya yang lengket juga telah ia tanggalkan.
Jatuh terkulai di lantai yang licin.
Kini, Leng Xiaomo berdiri di bawah pancuran, membersihkan tubuhnya, sedikit memiringkan kepala, membuat air seektika mengalir ke lehernya yang indah dan ramping. Di usianya yang menginjak sekitar 20 tahun, ia hanyalah seorang perempuan beranjak dewasa dengan tubuhnya yang masih sangat hijau.
Dan ketika ia berdiri di bawah pancuran air sembari menutup mata, ia merasa bahwa segala sesuatu di sekitarnya tampak sunyi.
Saat itulah ia mulai memikirkan dirinya sendiri.
Mengapa ia datang kemari.
Entahlah. Ia juga tidak tahu. Yang jelas, begitu ia tahu Leng Yunchen ada di sini, ia hanya ingin datang untuk mencarinya.
Bahkan ia telah merencanakan langkah demi langkah hingga membuat Leng Yunchen menjemput sesuai keinginannya, sampai akhirnya tinggal bersamanya.
Kemudian?
Bagaimana selanjutnya? Ia tidak pernah memikirkannya lagi.
Karena mereka bersaudara, jadi apa yang akan terjadi?
Ia hanya merindukan Leng Yunchen.
Jadi ia datang menemuinya, meskipun hanya untuk melihatnya.
Alhasil sekarang, ketika Leng Xiaomo sudah selesai, ia keluar dengan piyamanya.
Kaos kartun panjang yang lembut itu mencapai pahanya langsung.
Sementara rambutnya yang sepanjang bahu dan hitam seperti tinta itu dikeringkan dengan handuk, kulitnya yang putih semakin bersinar, juga matanya yang agak indah tampak sangat tenang. Tampilannya saat ini terlihat sangat berbeda dari gadis pemberontak dan nakal seperti di tahu-tahun sebelumnya.
Dan begitu keluar, kebetulan kakaknya juga turun dari lantai atas.
Tampak Leng Yunchen sama-sama sedang menyeka rambut pendeknya yang basah di lantai bawah, mengenakan celana pendek kasual abu-abu yang sedikit longgar, yang membuatnya terlihat sedikit malas.