Panik (1)
Panik (1)
Kemudian anak itu berenang kembali ke tepi dengan sekuat tenaga.
Begitu anak itu datang dalam keadaan basah kuyup, seseorang bergegas menuju ke arahnya, "Kakak, baru saja seorang kakak perempuan turun untuk mencarimu, jadi dia melompat turun dari sana—"
Terlihat bocah itu menunjuk ke tempat di mana An Xiaoyang baru saja melompat.
"Apa yang kalian katakan?!" Bocah sebelas atau dua belas tahun itu tak kalah tersentak!
Lalu ia buru-buru bertanya, "Kenapa kalian tidak memberitahunya?"
"Kakak perempuan itu melompat turun tanpa mengatakan apa-apa. Bahkan kami tidak punya waktu untuk mengatakan apa pun," jawab seorang gadis kecil dengan kening berkerut.
"Sialan!" Bocah kecil itu terdiam beberapa saat, baru kemudian mengusap lengannya untuk bersiap kembali turun.
Mereka semua lahir di dekat pelabuhan dan sejak kecil sudah terbiasa dengan lingkungan itu, jadi bagaimana sifat air di sana dapat mereka pahami dengan sangat baik. Bahkan bisa dibilang, mereka jauh lebih tahu daripada siapa pun, di mana ada bahaya dan tidak. Kelihatannya laut sekitar daerah ini memang tenang, tetapi beberapa tempat di sana terdapat lubang yang dalam.
Namun, tepat ketika anak laki-laki itu bersiap untuk pergi.
Tiba-tiba mereka mendengar suara deru mobil. Mereka kompak berbalik secara spontan dan melihat seorang pria keluar dari sana.
Sosok kakak laki-laki yang memiliki tinggi sekitar 180 sentimeter.
Mobil itu berhenti sebelum mencapai tepi pantai. Tak hanya itu, sosok tinggi yang keluar dari mobil tampak membanting pintu dan bergegas dengan tergesa-gesa. Ia berlari sambil melihat sekeliling untuk mencari tahu apakah ada sosok yang dikenalnya, tetapi nihil. Kenyataan ini benar-benar membuatnya khawatir.
Hanya saja, ketika melihat anak-anak di tepi laut, ia segera berlari sembari memberi isyarat, tampak terengah-engah, dan kemudian dengan penuh semangat bertanya, "Apa kalian, kalian, melihat kakak perempuan jangkung menggunakan pakaian rumah sakit dengan rambut pendek..."
Begitu pertanyaan ini dilontarkan.
Anak-anak di sana menunjukkan raut keterkejutan.
"Dia, dia melompat turun..."
Beberapa anak menunjuk ke arah laut sambil menatap kakak laki-laki itu dengan linglung.
Sontak, kaki Sang No seolah tak lagi mampu menopang tubuhnya sendiri, sepertinya ia tidak mampu berdiri tegak. Kepalanya berdengung dan hanya berpikir jika telinganya telah salah mendengar. Tapi kemudian, ia melihat sepasang sepatu putih di bebatuan di tepi laut…
Itu, milik An Xiaoyang.
"Xiaoyang, Xiaoyang... Xiaoyang!" Gumamnya sambil membungkuk perlahan dengan tidak percaya. Bahkan dengan tangan gemetar ia mengambil sandal itu. Sampai, teriakan histeris nya tak lagi mampu ditahan, ia melemparkan sepatunya ke tanah dan langsung bergegas ke laut.
Rambut hitamnya yang berantakan tampak basah, juga dengan wajahnya yang pucat tak berdaya. Matanya benar-benar memerah, dan ia bergegas ke laut untuk menemukannya.
Tidak sekali pun ia pernah bermimpi bahwa An Xiaoyang akan melompat ke laut. Bagaimana bisa gadis itu begitu impulsif!
Kenapa An Xiaoyang tidak percaya padanya!
Sang No tahu bahwa An Xiaoyang akan pergi, ia tahu bahwa mungkin An Xiaoyang tidak ingin melihat dirinya lagi, tetapi ia tidak menyangka jika An Xiaoyang akan begitu nekad.
Mungkin seharusnya ia lebih memerhatikan reaksi An Xiaoyang sebelumnya, juga emosi yang ia rasakan saat ini.
Ini semua salahnya, salahnya…!
Sang No benar-benar menyesal.
Dan ketika ia bergegas ke laut, anak-anak di sana hanya saling memandang.
"Kakak, apa yang aku katakan kali ini benar, kan? Kakak perempuan itu benar-benar melompat ke laut..." tanya seorang gadis kecil itu dengan lemah.
Sementara mata bocah laki-laki yang berusia sebelas atau dua belas tahun itu tampak menunjukkan sorot rumit, "..."
...
Setelah An Xiaoyang berenang di laut selama beberapa waktu, rupanya ia tidak melihat siapa pun. Lambat laun, ia pun sudah kehabisan tenaga. Jadilah ia memutuskan meski tidak menemukan siapa pun, ia akan mulai berenang kembali ke tepi.
Hanya saja, saat ia sedang berenang, wajahnya tiba-tiba berubah.