Kefasihan
Kefasihan
Luo Heng berdiri di luar gua sambil mengawasi sekeliling. Dia telah tinggal di sana selama beberapa hari terakhir untuk menjaga Chen Dao sehingga dia tidak usah bolak-balik pulang. Sebelumnya dia tidak punya banyak kontak dengan Chen Dao, tapi dia sangat menghormatinya dan mengagumi karakternya. Meskipun dia tidak banyak membantu, namun paling tidak dia bisa merawat Chen Dao yang sedang mengalami keadaan yang menyedihkan.
Beberapa hari kemudian, Tetua Agung datang ke gua kediaman Chen Dao pada pagi hari bersama dengan anggota klan yang mengikuti di belakangnya. Dia pun melihat Luo Heng yang sedang menunggu untuk menyambut mereka.
"Ah, Tetua Agung! Salam bagi anda. Apakah anda di sini untuk mengunjungi Kakak Senior Chen?" Luo Heng bertanya sambil tersenyum.
"Aku telah membawa orang untuk mengantarnya kembali ke klan." Tetua Agung melirik Luo Heng dan bertanya, "Kenapa kamu masih ada di sini?"
"Oh, Kakak Senior Chen telah banyak membantu saya sejak dulu. Saya pikir karena Kakak Senior Chen tidak bisa bergerak dengan nyaman, jadi saya datang dan menjaganya untuk sementara waktu." Dia berhenti bicara sejenak dan melanjutkan kata-katanya. "Tetua Agung, ada pesan dari Kakak Senior Chen yang harus saya sampaikan."
"Hah? Apa itu?" tanya Tetua Agung sambil menatap Luo Heng.
"Baiklah, Kakak Senior Chen ingin tinggal di sini selama beberapa bulan lagi sebelum kembali pulang. Bagaimanapun juga, dia telah tinggal di sini selama bertahun-tahun jadi dia merasa emosional dan enggan pergi secara tiba-tiba..."
Luo Heng mendadak dihentikan sebelum dia bisa selesai bicara.
"Dia telah mengalami keadaan yang menyedihkan seperti ini, tapi dia masih ingin tetap tinggal? Bukankah dia hanya akan menjadi bahan tertawaan? Konyol sekali! Chen Dao hanya melukai tulang belakangnya, apa kamu juga ingin memberitahuku kalau dia melukai otaknya?" Tetua Agung mendengus dengan kesal. Tekanan dari tubuhnya tanpa sadar menyerang Luo Heng. Tekanan itu membuatnya tidak bisa mengatakan apapun selama beberapa saat.
"Ikuti aku masuk dan bawa dia kembali ke klan!" Tetua Agung memerintahkan orang-orang di belakangnya untuk berjalan ke dalam gua kediaman Chen Dao.
Luo Heng merasa sangat gugup sehingga dia tidak tahu harus berbuat apa. Saat itu juga, dia tiba-tiba melihat sosok berjubah biru mendekat secara perlahan. Dia pun berteriak kegirangan, "Feng Jiu! Feng Jiu, kamu di sini! Cepat, cepat kemari!"
Sudah beberapa hari sejak Feng Jiu terakhir berkunjung, jadi dia memutuskan untuk datang memeriksa Chen Dao hari ini. Ketika dia melihat orang-orang berkumpul di luar gua, dia bisa langsung mengetahui identitas kelompok pria tua itu. Dia melihat raut wajah Luo Heng yang sangat cemas. Dia tahu bahwa pemuda itu tidak bisa berurusan dengan Tetua Agung. Akhirnya, dia segera pergi ke depan gua.
"Tetua Agung! Tetua Agung! Anda pasti adalah Tetua Kakak Senior Chen, apakah saya benar? Yang Mulia, saya mendengar dari Kakak Senior Luo bahwa anda telah mengunjungi Kakak Senior Chen beberapa kali. Saya berharap bisa bertemu dengan anda. Saya tidak menyangka bisa bertemu dengan anda hari ini."
Feng Jiu pergi ke depan dengan cepat. Dia berjalan melewati Luo Heng untuk berdiri di depan Tetua Agung dengan wajah yang terkejut dan gembira seolah-olah dia sedang melihat orang yang benar-benar dia hormati dan kagumi. Matanya bahkan dipenuhi dengan keterkejutan dan kegembiraan.
Tetua Agung merasa agak terkejut. Dia melihat kekaguman di wajah pemuda berjubah biru dan tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Siapa kamu? Dimana sopan santunmu? Kenapa kamu berteriak dengan begitu keras?"
"Tetua Agung, meskipun Feng Jiu hanyalah pesuruh rendahan, kekaguman saya terhadap Tetua Agung mengalir seperti air Sungai Yangtze dan bergelombang tanpa henti, serta mirip seperti Sungai Kuning yang meluap tanpa kendali. Nama Tetua Agung telah menempel di hati saya seperti Dewa Petir. Saya mendengar dari Kakak Senior Chen bahwa anda adalah Tetua Agung dari Sekte terhebat di Delapan Kerajaan Tertinggi, tapi anda tidak pernah melupakan anggota klan lainnya serta mendukung mereka…"
Beberapa orang di sampingnya, termasuk Tetua Agung, sangat terkejut ketika mereka mendengar kata-kata pujian dari Feng Jiu yang tidak ada habisnya. Suasana tiba-tiba berubah menjadi aneh...