Dokter Hantu yang Mempesona

Menembak Kakinya Sendiri



Menembak Kakinya Sendiri

0Ketika pasangan itu mendengarnya, mereka pun tertegun sejenak. Mereka terlihat kaget. "Oh? Apakah teman-temanmu akan datang? Dari mana asal mereka? Kenapa aku belum mendengar kamu menceritakan tentang mereka?"     

Berdasarkan yang mereka ketahui, putra mereka tidak punya banyak teman. Dia tidak pernah membicarakan teman di hadapan mereka. Bahkan jarang orang yang bertamu ke rumah sehingga mereka terkejut.     

Ternyata putra mereka masih memiliki teman!     

Ketika Luo Fei melihat raut wajah orang tuanya, bibirnya mulai berkedut. Dia tiba-tiba merasa bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang salah. Jika mereka tertarik tinggal di rumah untuk menyambut teman-temannya, maka...     

Nyonya Luo memandang Luo Fei dengan pandangan yang tampak tidak setuju. "Ada apa denganmu, Nak? Kenapa kamu menyuruh orang tuamu pergi ketika teman-temanmu akan datang? Apa yang akan dipikirkan oleh para tamu? Selain itu, apakah kamu tahu bagaimana cara menyambut para tamu? Kamu bahkan belum dewasa. Biarkan kami membantumu menyambut mereka. Jangan khawatir. Kami tidak akan membuat mereka merasa tidak nyaman."     

Kepala Keluarga Luo mengangguk. "Benar. Benar. Ayahmu ingin menggunakan kesempatan ini untuk bertemu dengan teman-temanmu. Ayah yakin bahwa orang yang bisa berteman denganmu adalah orang yang memang luar biasa. Kita tidak boleh mengabaikan mereka."     

Luo Fei berhenti tersenyum. Sudut bibirnya berkedut. Garis-garis hitam seolah-olah muncul di dahinya. Dia merasa seperti sedang menembak kakinya sendiri[1][1] ketika dia menyaksikan orang tuanya berdiskusi tentang cara menghibur tamu dengan penuh semangat.     

"Itu... Ayah, Ibu, aku bisa..."     

Sebelum Luo Fei selesai bicara, Kepala Keluarga Luo menatapnya dengan tajam dan mulai memarahinya. "Apa yang bisa kamu lakukan? Apa yang bisa dilakukan oleh anak bodoh sepertimu? Kamu hanya akan membuat masalah dan membuat kerusuhan. Bagaimana kami bisa membiarkan kamu menghibur tamu sendiri? Apakah kamu mampu melakukannya?"     

"Aku bisa!"     

Bagaimana mungkin dia tidak bisa? Lagipula, dia ingin menyambut mereka dengan menggunakan trik tertentu. Karena dia tidak bisa mengajak orang tuanya ke sana, maka dia harus memikirkan cara untuk membujuk mereka pergi dari rumah. Tanpa diduga, mereka justru tidak mau pergi dan mengatakan bahwa mereka akan tinggal di rumah untuk membantunya menyambut para tamu.     

"Baiklah, diskusi selesai. Kami akan membantumu untuk menyambut para tamu. Tenang saja, membiarkan orang tuamu tinggal di rumah bukanlah hal yang tidak sopan. Kalau tidak, ketika teman-temanmu datang, mereka pasti akan merasa bahwa pemilik rumah keluar untuk menghindari mereka. Bagaimana kalau itu terjadi?" Nyonya Luo bertanya sambil tersenyum. "Ayo. Beritahu Ibu. Berapa banyak teman yang datang ke sini? Kapan mereka akan sampai? Ibu akan bersiap-siap!"     

Ketika Kepala Keluarga Luo melihat putranya bersikap canggung dan tidak mau bicara, dia tiba-tiba menendangnya dan berkata dengan marah, "Nak, kamu tidak menghargai berkah yang kamu dapatkan. Anak-anak lain tidak sabar meminta orang tua mereka untuk menyambut para tamu, tapi kamu justru terlihat enggan."     

"Bukan seperti itu."Luo Fei mengelak dan memandang ibunya dengan sedih. Siapa sangka bahwa Nyonya Luo tidak ingin membantunya.     

"Beri tahu kami, Fei'er. Kapan teman-temanmu akan sampai? Apakah kami perlu mengirimkan seseorang untuk menjemput mereka? Mereka belum pernah datang ke rumah. Aku khawatir mereka tidak tahu jalan ke sini. Baik, mari kita lakukan! Kita bisa meminta seseorang untuk pergi ke gerbang kota dan menjemput mereka."     

"Ibu…"     

"Patuhlah, Nak. Ayo pergi!" Nyonya Luo menyuruh putranya untuk bergerak. Kemudian, dia tersenyum pada Kepala Keluarga Luo. "Jarang ada teman Fei'er yang datang ke rumah. Kita tidak boleh bersikap tidak sopan. Biarkan aku mempersiapkan semuanya dan menyuruh orang-orang untuk membersihkan kamar."     

"Baiklah, ayo!"     

Kepala Keluarga Luo melambaikan tangannya. Ketika dia melihat putranya berdiri di sana dan tidak mau bergerak, dia langsung menatapnya dengan tajam. "Apa yang kamu lakukan? Apakah kamu tidak mendengar kata-kata Ibumu?"     

[1] Menembak kakinya sendiri: Memperparah keadaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.