My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Percakapan Cathy dan Kitty



Percakapan Cathy dan Kitty

0"Kau sungguh tidak bisa makan pedas?" hal pertama yang ditanyakan Katie saat Kinsey mengantar Katie pulang ke Bayern adalah kenyataan bahwa Kinsey tidak bisa makan pedas. Seharian ini dia masih terus penasaran akan hal ini dan belum sempat bertanya langsung.     

Sementara Kinsey hanya mendesah mendengar pertanyaannya.     

"Bisa. Dulu aku memang tidak bisa, tapi sekarang bisa."     

"Kenapa begitu?"     

"Mungkin karena aku makan bersamamu?"     

Katie memukul lengan kekasihnya dengan gemas sementara Kinsey hanya menyeringai.     

"Aku serius."     

"Aku juga serius." jawab Kinsey yang malah mendekatkan wajahnya ke arah Katie membuat Katie harus mundur dan tidak sanggup memandang tatapan jahil pada mata pria itu.     

Katie berdehem kecil dan mencoba mengubah topik pembicaraan mereka.     

"Kalau begitu kau suka makan apa?" tanya Katie. "Kau!" Katie segera menutup mulutnya karena dia sama sekali tidak menyangka Kinsey malah mengecup bibirnya dengan singkat.     

"Tidak ada yang lebih menggugah selera makanku daripada apa yang ada dihadapanku."     

Wajah Katie semakin memanas mendengarnya. Kemudian dia menghentakan sebelah kakinya dengan frustrasi.     

"Aku tidak akan bicara denganmu lagi!" lalu dia berjalan mendahului Kinsey dengan langkah yang lebar.     

Tentu saja percuma dia melarikan diri karena pria itu bisa menyusulnya dengan mudah. Katie mendesah pasrah saat tangannya digenggam erat oleh Kinsey.     

Semakin hari sikap pria ini semakin parah.. Bukan. Tapi semakin vulgar. Apa saja sih yang dipikirkan pria ini? Parahnya, Katie malah makin cinta pada pria ini!?     

Begitu sampai di depan rumah Katie, mereka mendesah sedih karena lagi-lagi harus berpisah.     

"Apa kau harus pergi? Sekarang sudah larut malam. Kau bisa tidur disini kan?"     

"Dirumahmu?" sebelah alis Kinsey terangkat.     

"Ish.. tentu saja di rumah Walther. Bukannya dia mengizinkanmu tinggal di rumahnya selama dia bertugas di luar?"     

Kinsey tersenyum geli lalu mengelus kepala Katie dengan penuh kasih sayang yang dimilikinya.     

"Aku tidak bisa. Meskipun aku ingin tinggal disini, aku harus kembali ke hotel. Besok pagi Hillary akan datang. Dia akan curiga kalau tidak menemukanku di hotel."     

"Kenapa aku merasa aku adalah pihak ketiga yang merusak hubunganmu dengan Hillary? Rasanya menyebalkan."     

"..."     

"Aaa.." Katie memekik kesakitan saat merasa kedua tangannya diremas dengan kekuatan besar. Tiba-tiba saja Katie berdebar dengan takut saat sepasang mata coklat tajam menatapnya dengan ancaman penuh bahaya.     

Kinsey marah. Itu yang diduganya. Tapi dia sama sekali tidak tahu apa yang membuatnya marah.     

"Katie, jangan pernah berbicara seperti itu. Kau sama sekali bukan orang ketiga dan tidak akan pernah menjadi orang ketiga dalam hubungan siapapun. Aku sama sekali tidak menyukainya dan tidak akan memaafkan siapapun yang memandangmu rendah. Termasuk dirimu sendiri. Jadi jangan pernah merendahkan dirimu seperti tadi."     

Katie menelan ludah dengan gugup sebelum mengganggukkan kepalanya dengan lemah.     

"Maaf. Aku tidak akan mengulanginya." jawab Katie dengan sangat pelan.     

Detik berikutnya Kinsey menariknya perlahan kedalam pelukannya. Kinsey juga memberikan kecupan panjang pada puncak kepala Katie.     

"Maaf, aku membuatmu takut. Aku tidak ingin kau takut padaku. Apa kau tahu? Aku sangat takut kau akan menghindariku suatu saat nanti. Mungkin kau bahkan akan membenciku. Aku sangat takut kehilanganmu."     

Katie terpana mendengarnya. Katie tahu tidak seharusnya dia tersenyum setelah mendengar pengakuan ini. Ironisnya, dia juga berpikir hal yang sama. Dia takut Kinsey akan membencinya dan menghindarinya. Karena itu mendengar ungkapan perasaan Kinsey tidak bisa tidak membuatnya tersenyum senang.     

Katie melonggarkan pelukannya dan menengadahkan kepalanya untuk melihat ekspresi Kinsey saat ini. Tidak ada kejahilan ataupun emosi disana. Tapi pria itu tampak sungguh-sungguh takut. Padahal Kinsey tidak pernah menunjukkan rasa takutnya pada orang lain, tapi dia menununjukkan sisi lemahnya padanya.     

Katie melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Kinsey dengan senyuman yang manis.     

"Aku tidak akan membencimu. Aku juga tidak akan menghindarimu. Kau bisa pegang ucapanku."     

Kinsey ikut tersenyum sambil mengarahkan sebelah tangannya ke belakang tengkuk lehernya. Wajah mereka semakin dekat hingga saling merasakan napas satu sama lain. Disaat kedua bibir mereka hampir bertemu, sebuah ringtone yang keras berbunyi membuat keduanya terkesiap.     

Kinsey merogoh ponselnya dengan kesal. Siapa yang sudah berani mengganggu momennya bersama Katie?     

Namun saat dia membaca sebuah nama dan terlebih lagi.. itu bukan panggilan biasa, tapi video call! Seketika Kinsey merasa keringat dingin mulai keluar.     

Kinsey langsung memberikan ponselnya pada Katie.     

"Kau saja yang menerimanya. Aku terlalu takut menghadapi amukannya."     

Katie menerima hape milik Kinsey dengan bingung. Apa maksudnya?     

Dia melihat sebuah nama disana dan kamera yang menyala menandakan panggilan tersebut merupakan video call.     

Rinrin? Siapa itu Rinrin? Sepertinya dia pernah mendengar nama itu.     

Katie menggeser tanda panah ke kanan dan kemudian wajah seorang yang sangat dikenalnya muncul disana. Keduanya sama-sama terkejut dan memekik kegirangan.     

"KITTY!"     

"CATHY!"     

Dan keduanya langsung hanyut ke dalam percakapan di luar perkiraan Kinsey. Dia hanya menggeleng kepala sama sekali tidak mengerti jalan pemikiran adiknya dan kekasihnya.     

Karena sudah terlalu malam dan dia tidak ingin ketinggalan metro terakhir, Kinsey memutuskan untuk pamit tanpa memutuskan koneksi adiknya di hapenya.     

"Aku harus pergi sekarang. Bawa saja hapeku. Selamat malam." Tidak lupa Kinsey memberi kecupan singkat di kening Katie, lalu beranjak pergi.     

Adegan itu tidak lolos dari pandangan Cathy yang membelalak lebar tidak percaya akan apa yang dilihatnya.     

"Kitty! Kau harus menceritakan semuanya padaku!" seru Cathy antusias.     

Katie masuk ke dalam rumahnya dan meletakkan hape ke atas meja di kamarnya sambil berganti pakaian tidur. Meski Cathy tidak melihat wajah Katie, mereka masih terus saling mengobrol.     

"Kau kejam sekali. Tidak pernah menghubungiku selama enam tahun ini."     

"Maafkan aku Cathy. Aku benar-benar tidak ingin membuatmu atau keluargamu terlibat. Mereka akan merasa curiga kalau aku terus-terusan melakukan panggilan ke Amerika."     

"Sebenarnya mereka itu siapa? Kau bilang kau tidak dalam bahaya."     

"Benar. Aku sedang tidak dalam bahaya waktu itu. Tapi.. waktu itu aku tidak tahu kejadian sebenarnya. Sekarang.. entah kenapa segalanya menjadi semakin rumit."     

Cathy mendesah pelan. "Pasti sangat berat untukmu. Aku harap aku bisa ada disana menyemangatimu."     

"Tidak perlu." jawab Katie dengan tawa kecil. "Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri kalau terjadi sesuatu padamu. Aku sudah menganggapmu seperti saudaraku sendiri."     

"Aku juga. Karena itulah aku marah besar kenapa kau begitu ceroboh hingga menyuntikan racun ke tubuhmu. Ternyata waktu itu ancamannya hanya omong kosong. Dia tidak benar-benar memasang bom di rumahku."     

"Huh? Apa yang kau bicarakan? Racun apa? Bom? Apa yang sedang kau bicarakan?"     

Cathy sama sekali tidak tahu kalau Katie telah melupakan semua kejadian buruk yang menimpanya enam tahun lalu.     

"Sudahlah. Tidak penting." jawah Cathy karena merasa untuk apa mengingat kejadian silam yang merusak suasana hati mereka. "Aku lebih tertarik dengan kisahmu bersama kakakku. Sejak kapan kalian bersama? Lagipula.. aku sama sekali tidak tahu kakakku bisa bersikap seperti itu pada seorang gadis."     

"Bukannya Kinsey dikelilingi banyak wanita?"     

Cathy tertawa renyah menanggapinya seolah komentarnya adalah hal terlucu yang pernah didengarnya.     

"Jika yang kau maksudkan adalah adik-adiknya, iya dia banyak dikelilingi wanita. Selain kami semua, dia tidak pernah kelihatan dekat dengan wanita manapun."     

"Bagaimana dengan Hillary?" Katie segera merapatkan bibirnya. Tidak seharusnya dia menyebut nama itu karena kini dadanya diselimuti dengan rasa cemburu. Belum lagi, alasan kenapa Kinsey harus kembali ke hotel agar Hillary tidak curiga dengan hubungan mereka.     

"Hillary? Dia mungkin memang menyukai kakakku, tapi tenang saja. Kakakku tidak akan beralih padanya. Dia malah menggunakan Kirena sebagai tamengnya."     

"Kirena? Siapa itu?"     

Kemudian Cathy menceritakan bahwa Kirena adalah dokter pribadi keluarga Alvianc sekaligus sosok seorang yang berpura-pura menjadi kekasih Kinsey hanya untuk mengusir gangguan-gangguan wanita lain.     

Kinsey hanya menganggap Kirena sebagai sahabat, bahkan mungkin seperti saudara. Melalui dari cerita Cathy, Katie mengetahui banyak hal tentang Kinsey yang belum pernah ia ketahui sebelumnya.     

Lalu akhirnya dia menanyakan sesuatu yang seharian ini membuatnya penasaran.     

"Cathy, apakah Kinsey tidak bisa makan pedas?"     

"Ah, benar. Dalam hal ini kami sangat mirip. Begitu makan sesuatu yang pedas, lambung kami akan kesakitan dan tidak kuat berjalan seharian."     

"Benarkah?" tanya Katie tidak bisa mempercayainya.     

Bukannya waktu itu Kinsey menghabiskan sup ikan super pedas saat pergi memancing di Rheinland? Bukankah pria itu baik-baik saja?     

"Uhm.. apakah kalian akan langsung jatuh sakit atau..?"     

"Tidak. Biasanya kami mulai merasa sakit setelah beberapa jam kemudian. Tidak langsung sakit setelah makan pedas. Ada apa?"     

Katie merasa bersalah pada Kinsey. Dia ingat dia yang menuangkan kuah sup ke mangkuk Kinsey. Dia juga ingat dia ikut mengambilkan daging ikan bercita rasa pedas ke piring pemuda itu karena mengira Kinsey juga menyukai hidangannya.     

Apakah itu berarti, setelah mengantarkannya pulang, Kinsey jatuh sakit? Tidak heran pria itu tidak memberinya pesan singkat atau menelponnya seharian. Ternyata Kinsey jatuh sakit dan dialah yang menyebabkannya.     

"Kitty! Ada apa?"     

"Uhm.. itu.." namun sebuah suara lain memotong ucapannya     

"Mama!" terdengar suara anak kecil di seberang.     

"Chleo, ayo kemari. Kau ingat sahabat mama yang memiliki rambut merah. Orangnya disini."     

Katie tercengang saat melihat wajah kedua di layar ponselnya. Wajah anak itu mirip dengan Vincent namun dengan garis rahang yang lebih halus serta feminim. Bola matanya bulat dengan warna coklat terang. Rambutnya hitam tapi ada coklat di beberapa sisi.     

Dia pernah melihat wajah Chleo di hape yang ditunjukkan oleh Tanya. Dia tahu kalau Chleora sangat cantik dan imut. Tapi dia sama sekali tidak menyangka, Chleo anak yang sangat cantik walau tidak sedang berpose untuk foto.     

"Cathy, putrimu sangat cantik sekali."     

"Terima kasih, tante. Tante Kitty juga sangat cantik." puji Chleo dengan senyuman lebar.     

Senyuman Chleo sangat mudah menular membuat Katie ikut tersenyum. Kini keinginannya untuk bertemu dengan sahabatnya beserta kedua anaknya semakin besar. Dia sungguh merindukan sahabatnya. Dia merindukan masa-masanya saat dia tinggal di Amerika dulu.     

Oh, seandainya saja dia bukan raja merah. Seandainya saja ibu kandungnya tidak ditawan oleh Heinest... betapa bahagianya kehidupan yang dijalaninya.     

Dia bisa tetap tinggal di Amerika, menjalin hubungan asmara dengan Kinsey tanpa memikirkan masalah raja merah. Ditambah dia bisa sering menemui sahabat-sahabatnya di Amerika.     

Kehidupannya sebagai Katleen Morse adalah yang terbaik dan dia tidak ingin menukarnya dengan apapun.     

Sayangnya.. dia bukan Katleen Morse. Katleen Morse yang sebenarnya tidak ada di dunia ini. Yang ada adalah Katalina, sang raja merah... dan hidupnya hanya kurang dari empat tahun lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.