Perasaan Spesial
Perasaan Spesial
Semenjak percakapan mengenai nama panggilan tadi, pria itu tampak merenungkan sesuatu. Apakah tadi dia mengucapkan sesuatu yang menyinggung perasaannya?
Entah kenapa Katie takut kalau pria itu akan membencinya. Aneh sekali. Kenapa dia merasa gelisah seperti ini? Dia belum pernah mengalaminya sebelumnya. Perasaan apa ini?
Katie berdehem kecil sebelum membuka bahan pembicaraan yang baru.
"Aku dengar kau baru bertemu dengan Cathy tahun lalu. Bagaimana perasaanmu saat bertemu dengannya? Cathy bilang dia pernah mencurigaimu ingin berbuat mesum padanya."
Kinsey tersenyum mendengarnya. "Sepertinya tidak ada rahasia diantara kalian. Hubungan kalian sangat dekat ya?" Kinsey berbalik mengubah arah pembicaraan mereka tanpa menjawab pertanyaan Katie sebelumnya.
Mendengar pertanyaan Kinsey, Katie tersenyum lebar dan mengenang masa-masa awal persahabatannya dengan Cathy. Dia sama sekali tidak menyadari, Kinsey memandanginya dengan tatapan memuja saat dia tersenyum lebar barusan. Katie tampak luar biasa cantik dengan senyumannya.
"Kami sangat dekat bahkan hampir tak terpisahkan." jelas Katie. "Sayangnya, semenjak karirku berada di puncaknya, kami jarang bertemu. Tapi kami selalu melakukan video call dan berusaha bertemu tiap akhir pekan. Aku sangat menyayanginya."
"Orang luar akan mengira kalian sepasang kekasih jika tidak mengenal kalian."
Katie tertawa mendengarnya. "Mungkin.. jika seandainya aku terlahir sebagai seorang pria, aku akan jatuh cinta padanya."
"Yah, untungnya kau adalah perempuan." gumam Kinsey dengan sangat pelan.
"Apa?" rupanya Katie tidak mendengarnya karena Kinsey mengucapkannya nyaris tanpa suara.
"Tidak ada." jawab Kinsey dengan cuek sambil meneguk minumannya. "Dimana kalian pertama kali bertemu?" tanya Kinsey santai sambil menuangkan wine dari botol ke gelasnya yang sudah kosong.
Sebenarnya dia sangat suka mendengar suara Katie apalagi mendengar cerita Katie mengenai hubungannya dengan adiknya. Karenanya dia memancing agar gadis itu lebih banyak lagi bercerita.
"Kami bertemu di sekolah Trinity."
Deg! Seakan dunia berhenti berputar, Kinsey berhenti bergerak. Trinity?
"Waktu itu adalah hari pertama aku pindah ke New York. Aku tidak punya teman atau siapapun untuk menemaniku. Tiba-tiba saja seorang gadis berambut coklat kemerahan muncul disana. Dia seperti seorang malaikat yang turun ke bumi dan aku langsung terpikat padanya. Aku memberanikan diri untuk mengajaknya berkenalan. Semenjak itu kami menjadi dekat hingga sekarang."
"Oo.." hanya itu yang keluar dari bibir Kinsey.
Ada sebuah perasaan bersalah sekaligus penyesalan yang besar di dalam dirinya. Dia merasa bersalah karena mengingkari janjinya dan tidak menemui Katie di Trinity. Dia merasa menyesal karena tidak bersekolah di Trinity di saat SMA dulu.
Kalau seandainya saja dia sekolah disana, tidak hanya akan bertemu dengan Katie kembali, tapi dia juga akan menemukan adik kembarnya jauh lebih cepat. Apalagi wajah Rinrin sangat mirip bagaikan pinang dibelah dua dengan mendiang ibunya.
Kinsey memijat keningnya merasa pusing dengan rasa penyesalannya yang semakin besar.
Jika dia bisa menemukan adiknya sebelas tahun yang lalu, baik Katie maupun adiknya tidak perlu mengalami penculikan ini. Dia pasti akan melindungi mereka dan mencegah mereka masuk kedalam bahaya.
"Kau baik-baik saja?"
Katie merasa bingung melihat wajah Kinsey yang tiba-tiba murung dan terlihat agak pucat. Apakah dia sakit?
"Aku baik-baik saja." jawab pria itu sebelum menegakkan tubuhnya kembali dan bersender pada senderan kursi dengan nyaman.
Mendengar jawaban itu, Katie mendesah lega. Setidaknya pria itu tidak sakit. Katie sama sekali tidak mengerti betapa cepatnya perubahan mood pria ini. Tiba-tiba dingin sedetike kemudian tersenyum. Lalu murung dan kembali dingin.
Sekali lagi keheningan mengisi diantara mereka berdua dan Katie tidak tahu cara mencairkan suasana. Dia merasa dirinya telah terlalu banyak berceloteh sehingga membuat mood pria itu menjadi buruk. Pada akhirnya dia memilih untuk diam.
Tentunya Kinsey tidak tahu dengan kesalahpahaman yang dipikirkan Katie. Kinsey malah mengira gadis itu telah capek bercerita dan dia tidak mengajaknya berbicara lagi.
Pada akhirnya keduanya sama-sama saling salah paham dan tidak ada yang bersuara.
Katie mulai merasa capek pada kakinya. Dia sudah berdiri disana hampir sejam penuh dengan menggunakan heelsnya. Dia ingin duduk, tapi dia masih belum nyaman duduk berdekatan dengan seorang pria asing. Dia ingin melepas sepatunya, tapi takut Kinsey akan memandangnya aneh. Jalan satu-satunya adalah pamit dan segera kembali ke kamarnya. Tapi, dia masih ingin berada dekat dengan pria ini lebih lama lagi.
Katie mendesah menyadari dilema yang dialaminya. Ada sesuatu yang tidak beres pada dirinya jika menyangkut pria ini.
Pada akhirnya dia hanya berdiri disana bersender pada pilar dengan bertumpu sebelah kakinya sambil memegangi gelas winenya. Sesekali dia melirik ke arah pria yang sedang duduk dengan elegan bak seorang bangsawan.
Katie sering bertemu dengan pria tampan semenjak dia memasuki dunia hiburan sebagai penyanyi. Mulai dari Steve Mango seorang model terkenal hingga penyanyi sekaligus aktor papan atas yang menduduki posisi calon suami idaman negeri. Intinya, tidak ada pria yang sanggup membuat jantungnya bergetar seperti yang dilakukan pria disebelahnya.
Bahkan Aiden yang tampan dan memanjakannya di awal pertemuan mereka, tidak sanggup membuatnya memiliki getaran aneh di hatinya. Dan rasa hormat terhadap pria itu telah sirna dengan sempurna setelah kejadian itu. Katie mendesah karena lagi-lagi mengingat sumber mimpi buruknya.
Katie menggelengkan kepalanya dengan cepat untuk melupakannya. Dia menoleh sedikit agar bisa memandang wajah Kinsey dengan leluasa. Kini pria itu sedang meneguk minumannya dengan santai. Garis rahangnya yang lancip serta alis mata yang memikat belum lagi caranya meminum red wine di gelasnya membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangannya.
Bahkan saat pria itu selesai menghabiskan winenya, Katie tidak berhenti memandangnya dengan tatapan terpesona.
Jantungnya seakan berhenti saat pria itu melirik ke arahnya. Dia segera memalingkan wajahnya dan minum wine miliknya sendiri dengan gugup.
Sepertinya dia sudah mabuk. Kepalanya terasa pusing dan jantungnya tidak normal. Benar. Debaran jantungnya pasti diakibatkan red wine sialan ini, bukan karena pria itu.
"Kenapa kau memandangiku?"
Suara rendah pria itu membuatnya terpaku. Sekarang dia kebingungan sendiri mencari jawaban yang tepat. Rasanya akan sangat memalukan jika ketahuan telah memandang pria itu dengan tatapan terpesona.
Pada akhirnya dia berdehem kecil mencari cara untuk melarikan diri. Dia mencoba mengubah topik pembicaraan mereka. Dia teringat dia masih belum mengungkapkan rasa terima kasihnya pada Kinsey dengan benar.
"Soal tadi siang, aku belum menyampaikan rasa terima kasihku dengan benar. Aku harap aku bisa membalas kebaikanmu yang sudah mengambil resiko untuk mengambil obat penawarku. Aku dengar kau kembali dengan penuh luka. Apakah benar tidak ada yang bisa kulakukan untukmu? Aku tidak bisa menyingkirkan perasaan hutang budiku padamu. Seandainya jika ada yang kau inginkan..."
"Kalau begitu, berdansalah denganku." potong pria itu sembari bangkit berdiri setelah meletakkan gelas winenya di atas meja di sebelah kursinya.
Katie terpaku pada tempatnya berdiri sama sekali tidak menyangka pergerakan pria itu yang mendekatinya.
Kinsey mengulurkan tangan kanannya ke arahnya menantinya untuk menerima ajakannya. Apakah tubuhnya bisa menerimanya? Bahkan saat Steve mendekatinya hanya untuk melihat catatan Vincent mengenai pengaturan kembang api, Katie menggeserkan tubuhnya sedikit tanpa disadarinya.
Apalagi berdansa dengan pria ini yang pastinya akan membuat kedua tubuh mereka sangat dekat. Apakah dia bisa melakukannya?
Katie mendengar perubahan musik yang tadinya cepat kini telah berubah menjadi lambat. Musik yang cocok untuk berdansa santai. Dan lagi.. nuansa malam dengan langit bertaburan bintang.. apakah ini tidak terlalu romantis? Mereka kan bukan sepasang kekasih. Mereka baru bertemu hari itu untuk pertama kalinya. Apakah tidak masalah jika dia menerima ajakan pria itu? Tapi, bagaimana tubuhnya menolaknya begitu dia menerima uluran tangan itu?
'Lupakan masa lalu dan bersenang-senanglah.' Katie teringat pesan umbranya.
Benar. Hanya malam ini. Dia akan mencoba bertahan untuk malam ini. Dia tidak tahu perasaan apa yang timbul didalam hatinya tiap kali berkaitan dengan orang ini. Yang dia tahu, pria ini spesial dan hatinya mengatakan dia ingin bersama orang ini.
Karenanya, dia mengubur mimpi buruknya dan dia mencoba kembali menjadi seorang Katleen disaat dia belum mengalami kejadian mengerikan itu.
Katie meletakkan sebelah tangannya dengan gugup dan jantungnya kembali liar saat pria itu menggenggam tangannya. Bukan debaran gugup atau jijik seperti yang dikiranya. Tapi debaran gugup serta antusias memenuhi hatinya.
Seperti apa yang diduganya, pria ini sanggup membuat hatinya berguncang. Bahkan dia nyaris bisa merasakan denyut nadinya sendiri didadanya. Sebenarnya siapa pria ini? Kenapa pria ini sanggup membuatnya berdebar dan tidak lagi memikirkan mimpi buruknya? Tubuhnya bahkan tidak menolak atau merasa jijik terhadap sentuhan pria itu. Bagaimana bisa? Katie sama sekali tidak bisa menemukan jawabannya.
Kinsey mengambil gelas miliknya dengan tangannya yang lain. Setelah meletakkan gelasnya di meja, pria itu merapatkan tubuhnya ke arahnya membuat napasnya tercekat.
"Hei, bernapaslah. Kita tidak ingin kau kehabisan napas." jelas sekali pria satu ini menggodanya.
Katie mendengus dan memutuskan menghindari kontak mata untuk menenangkan jantungnya.
Setelah itu, Kinsey menuntunnya bergerak pelan dan Katie mulai merilekskan dirinya.
Katie mendengar pasangan dansanya tertawa kecil. Dia tidak bisa menahan rasa penasarannya dan mendongakkan wajahnya. Wajahnya memucat saat menyadari kedua wajah mereka sangat dekat.
Yang sebenarnya pria itu sangat tinggi sementara Katie tidak. Tapi saat ini dia memakai heels tiga belas senti. Karena itulah tinggi mereka berdua hampir sejajar. Dan saat dia mendongakkan wajahnya, pria itu malah menundukkan wajahnya menyebabkan jarak kedua wajah mereka sangat dekat.
Sekali lagi jantung Katie berdetak dengan liar dan napasnya tidak beraturan. Dia tidak ingin pria itu menyadari detak jantungnya yang tidak normal. Karena itu dia berusaha menutupi kegugupannya dengan mengernyitkan keningnya.
"Apa yang lucu?"
"Tidak ada." jawab pria itu. "Aku hanya tidak menyangka penyanyi terkenal sepertimu ternyata bisa gugup juga. Apa aku yang membuatmu gugup?"
Kedua mata Katie membelalak lebar. Apakah urat kemaluan pria ini sudah putus? Sungguh besar sekali rasa percaya dirinya!
Katie memilih tidak menjawab apa-apa. Karena kini dia sadar apa yang dikatakan pria itu memang benar. Dia, Katleen Morse yang sudah terbiasa tampil dihadapan orang.. bertemu dengan berbagai macam orang... dan terkenal tidak pernah gugup ataupun terpesona dengan seorang pria... kini dia merasa sangat gugup dan terpesona akan pria satu ini.
Pria yang telah rela mengambil resiko nyawa demi mendapatkan obat penawar untuknya. Pria yang membuatnya seperti terhipnotis dengan pancaran mata coklat gelapnya disaat mereka bertemu tadi siang. Pria yang ternyata merupakan kakak kembar dari sahabat terbaiknya.
Kinsey Alvianc.